Serasa tiba-tiba ada rasa menghias
asa, rasa baru, rasa yang sulit untuk diungkapkan dengan lisan, tidak pula
dengan tulisan didalam dada ini. Rasa yang bisa membuat ku menjadi pemberani,
bertanggung jawab, gembira, sekaligus sedih dalam sekejap; padahal sebelumnya
biasa-biasa saja. Kadang juga membuatku senyum-senyum sendiri. Apakah ini yang
namanya cinta? Mungkin.
“mas lagi jatuh cinta ya?? Eeaaa..., cinta cinta an ni
yee.., uhukk..,”
“Nggak kok, lagi mau mandi aja”. Oke serius, gak
nyambung.
Hmm..., tersulut dari beberapa tulisan teman-teman
semua yang bertajuk cinta kepada KAMMI dalam moment satu tahunan (milad)
#16thKAMMI, aku pun ikut terbakar terkena percikan api semangat kalian yang
luar biasa untuk ikut menorehkannya dalam goresan tinta..., ehh.., ketikan
keyboard. Hehe..., kali ini pingin bicara tentang cinta.
\
Berbicara soal cinta, memang tidak ada habisnya. Bahkan
tema cinta dalam sejarah peradaban dunia merupakan hal yang paling sangat
berpengaruh disetiap momentnya. Dimanapun dan siapapun, pasti cinta ada dalam
hidupnya dalam bentuk apapun itu. Pun juga di antara kalian semua pastinya
sudah pernah juga merasakan bagaimana sensasinya cinta itu merasuk dalam hati
kalian. Lalu, apa yang terjadi ketika cinta itu hilang?
Oleh karena itu, mari kita jaga cinta itu. Kenapa harus
cinta? Dengan cinta hidup menjadi indah, penuh makna dan penuh arti. Yang
tadinya tidak berarti menjadi penuh arti, dan yang tadinya biasa-biasa saja
menjadi sesuatu yang luar biasa. Berani, tangguh, bahagia, tenang dan riang.
Cinta dapat membangun peradaban, menggugah inspirasi
dan mencerdaskan otak. Cinta akan bernilai agung manakala meletakkannya pada
tempat yang tepat. Begitu juga sebaliknya, ketika menempatkannya asal-asalan,
hasilnya pun takkan bermanfaat bagi diri kita sendiri.
Banyak yang berjuang demi cinta tapi salah jalan,
seperti halnya penulis sendiri yang hampir tesesat dalam kesemuan cinta itu. Menghalalkan
segala cara untuk meraih bahagia sehingga cinta membuatnya menderita. Duka dan
lara, derai dan badai serta sesal dan air mata. Bencana!
Ketika mengalami kegagalan cinta, boleh jadi akan ada
reaksi psikis yang timbul dalam diri. Reaksi tersebut bisa positif, bisa pula
negatif. Maka, ketika cinta itu bersemi, berkenalan dengannya sangat penting. Dimana
kita seharusnya menempatkan cinta itu dan meletakkan cinta itu pada tempat yang
khusus. Karena cinta bisa saja menjadi kekuatan kita bisa pula menjadi cambuk
bagi kita sendiri atau bahkan bagi orang lain.
Seperti di kutip salah satu blog tentang kekuatan cinta itu dan bagaimana bisa membuat seseorang bisa tetap berpegang teguh apa yang diyakininya (http://blogilmupendidikan.blogspot.com/2013/02/kekuatan-cinta.html), bahwa; "Kekuatan cinta itu memang luar biasa. Orang yang jatuh cinta akan rela mengorbankan apa saja demi yang ia cintai. Cinta menjadikan segalanya indah, meski harus dilalui dengan penderitaan.
Kekuatan cinta itulah yang menjadikan Bilal bin Robah lebih memilih
dijemur dipadang pasir yang panas dari pada harus kembali kafir, meski
sebongkah batu besar menindih hingga nyaris meremukan tulang dadanya.
Dengan tenang ia menyebut nama kekasihnya, “Ahad, Ahad, Ahad.” Begitu pula dengan Abdurrahman bin Auf, saudagar kaya
sahabat Rosulullah SAW. Ia rela menghabiskan hartanya untuk kepentingan jihad
fisabilillah. Semuanya atas dasar cinta.
Sahabat lainnya juga merasakan betapa dahsyatnya kekuatan
cinta itu. Mereka rela berhijrah dengan berjalan kaki bermil-mil
jauhnya, melintasi padang pasir yang kering dan panas demi menyelamatkan
aqidah.
Karena cintanya kepada Allah SWT, dengan gagah berani
mereka bergegas pergi kemedan perang. Tanpa rasa takut, harta, darah, dan
nyawa, mereka pertaruhkan dengan tebasan pedang dan tombak demi membuktikan
cintanya yang tulus. Cinta yang melahirkan pengorbanan dan prioritas.
Jika benar kita mencintai Allah SWT, niscaya kita rela
mengorbankan segalanya dengan pengorbanan yang terbaik. Jika benar mencintai
Allah SWT, niscaya kita mengambil dunia hanya sekedarnya saja. Dunia bukan tujuan. Mencari harta bukan untuk
bermegah-megahan, Mencari ilmu bukan untuk menyombongkan diri, tetapi sebagai
sarana ibadah."
Pun ketika kita Berjuang bersama dalam lingkaran keluarga ini, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Sarana tempat kita menuai indahnya iman, menyemai benih benih peradaban dalam perjuangan membentuk masyarakat islami. Berjuang di atas kebenaran Islam, InshaAllah.
"Witing Tresno Jalaran Soko Kulino" ungkapan jawa yang mungkin sudah sangat familiar ditelinga kita semua yang artinya " Cinta tumbuh karena terbiasa". Seolah cinta itu dengan sangat gampangnya tumbuh begitu saja. Membersamai KAMMI dalam setiap agendanya, bergulat mengarungi waktu, berproses diri dan terus mencita-citakan perubahan bersama KAMMI secara tak langsung menumbuhkan rasa cinta itu dalam sanubariku. Dan mungkin sama halnya dengan teman-teman semua. Jujur baru kali ini aku mengungkapkan perasaan ini. Senang rasanya berjuang bersama dalam satu visi dan misi perjuangan.
Namun, ku selalu berfikir apa yang terjadi ketika
cinta ini hilang? Apakah, akan menyusul membersamai orang-orang diluar sana yang
terus sinis memandang gerakan ini. Apakah aku juga akan terlempar dan terhempas
jauh laju arus perhelatan dan perjuangan ini ditengah jalan. Berharap sesuatu
yang mustahil di dapatkan dan meninggalkannya begitu saja ditengah jalan. Atau mungkin
aku yang akan ditinggalkan kendaraan ini. Hal inilah yang terkadang membuatku
takut dalam menjalaninya. Takut akan virus-virus kebencian itu muncul ketika
cinta itu hilang.
Sekelumit hati yang sedang gundah dan sangat sulit menerjemahkan
cinta ini. Kepada siapa cinta ini seharusnya disemai dan diberikan? Berkaca dari
sepenggal kisah sahabat di atas, kesadaran dalam cinta ini semakin menemukan
titik terang. Siapa tujuan kita? Untuk apa kita bergerak? Dan kepada siapa kita
memberikan dan berserah diri dalam setiap perjuangan ini? Banyak sekali
pertanyaan yang mungkin sebelumnya tidak bisa ku jawab. Semua kembali kepada
cinta itu. Bagaimana kita bisa mengenal cinta itu lebih dalam dan memahaminya.
Islam memandang cinta seperti iman. Karena mencintai adalah bagian dari sifat orang yang beriman. Karena Cinta = Iman, maka harus di ungkapkan dengan lisan, diyakini dengan hati dan dibuktikan dengan tindakan.
Islam memandang cinta seperti iman. Karena mencintai adalah bagian dari sifat orang yang beriman. Karena Cinta = Iman, maka harus di ungkapkan dengan lisan, diyakini dengan hati dan dibuktikan dengan tindakan.
Didasari dengan keyakinan itu lah, alasan cintaku itu ku ungkapkan, dan yakin akan perjuangan ini
inshaAllah akan menemukan titik terang dimana segala tindakan yang dilakukan
diniatkan sebagai bentuk Ibadah.
Ibadah tanpa
didasari cinta akan terasa berat dan sia-sia. Ibadah tanpa cinta adalah
ciri sifat munafik.
Semangat mencintai KAMMI karena Allah, dan berjuang
bersama dalam perjuangan ISLAM tentunya. Happy Milad KAMMI ke 16. Semoga, di
era ini akan muncul sosok sosok generasi pembaharu yang piawai dalam
memperjuangkan kepentingan umat dengan sifat penyabar seperti Abdurahman bin
auf, pemberani seperti ummar bin khatab dan penyayang seperti Abdullah bin
umar. Aamiin.