Nama Lengkap : Muhammad Ichsan Nugroho
Wibawanto
Nama Panggilan :
Ihsan
Tanggal Lahir :
21 Juli 1992
Tempat Lahir :
Klaten, Jawa Tengah, Indonesia
Agama :
Islam
Hobi :
Jalan-jalan, dan kadang tidur
No. Hp :
0857 4717 2556
Alamat :
Tangerang Selatan bisa, Kebumen bisa, Yogyakarta bisa (nomaden)
Riwayat Pendidikan : SD
Dwipa Abadi (Kep. Riau), SMP Dwipa Abadi (Kep. Riau) 2th + SMP Muhammadiyah 1 Kebumen 1th, SMA N 1 Pejagoan
(Kebumen), Unnes
Pekerjaan :
Mahasiswa
Keluarga
-
Ayah : Muhammad Agung Nugroho
-
Ibu : Yani
Muhammad Ichsan Nugroho atau yang biasa di panggil ihsan, lahir di Klaten
pada tanggal 21 Juli 1992 dari keluarga yang biasa dan sederhana. dibesarkan oleh seorang ayah yang luar biasa bernama Muhammad Agung Nugroho, salah satu cucu dari eyang (putri) Mangku Negara, yang masih keturunan kesultanan keraton solo. dan seorang ibu bernama Mugi Yanita, dari keluarga sederhana di daerah Wates, Yogyakarta.
Saya Anak pertama dari tiga bersaudara. Saat ini sedang menempuh study di
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang sejak tahun 2011 lalu.
Riwayat Kehidupan
Hidup dalam dalam kesederhanaan membuat Ayah dan Ibu pergi merantau
kala itu 2 tahun setelah kelahiranku sekitar tahun 1994 an, dalam program pemerintah,
pemerataan penduduk melalui transmigrasi ke sebuah pulau di seberang sana yang
bernama Kepulauan Riau menjadikanku seorang anak Melayu yang tumbuh besar di
lingkungan Melayu. Sebuah tempat dimana aku tinggal yang tak pernah ku ketahui
namanya hingga sekarang. Yang ku tahu nama daerah itu bernama “SP”. SP
merupakan tempat persinggahan pertama dalam sebuah Transmigrasi kami. Di sinilah
sebuah pengalaman tak pernah terlupakan pernah terjadi. Cerita yang sering Ibu ceritakan kepadaku ketika kami bersama. Yakni sebuah tragedi yang
hampir saja merenggut jiwa ini jika saja Allah menghendaki ku berpulang mungkin
saja aku takkan di sini hingga sekarang. Sungguh kebesaran Allah SWT yang telah
memberikanku kesempatan dalam kehidupan kedua ini, begitu ku menganggapnya.
Bagaimana tidak, seorang anak yang masih ingusan bermain dengan temannya di pinggir sebuah “kanal” (parit/sungai yang tidak mengalir namun memiliki kedalaman yang cukup dalam dan berwarna hitam) demi melihat kendaraan (bulldoser) yang asing baginya tiba-tiba terperosok kedalamnya sehingga membuat anak kecil itu tenggelam di “kanal” tersebut. Yang sangat di sayangkan kala itu ialah teman dari seorang anak kecil itu hanya bisa terdiam melihat kejadian itu dan pergi pulang kerumahnya tanpa memberi tahu kepada orang tua si anak kecil tersebut.
Hingga larut malam, si orang tua anak kecil tersebut baru tersadar akan
ketidak hadiran anaknya yang belum juga pulang. Karena kekhawatiran tersebutlah
membuat sang ibu mencari anak kecil tersebut. Kepanikan seorang ibu yang
menggemparkan warga tersebut Sampai larut malam tak kunjung di temukan, dan
bertanya pada siapa saja dari setiap warga yang ada dan pada akhirnya seorang
anak kecil menangis dan menceritakan kejadian tersebut bahwasanya si anak dari
ibu ini telah terperosok kedalam “kanal” ketika sedang bermain bersama. (karena
memang ketika si anak kecil tersebut pergi bermain disaat semua orang rumah
tidur siang).
Disambangilah “kanal” yang di sebutkan anak itu, beberapa warga
termasuk ayah si anak kecil itu pun “nyebur” mencari tubuh si anak kecil itu
dan akhirnya di temukan. Kondisi fisik ketika di temukan sangat pucat, dengan
mata melotot penuh lumut serta rongga mulut penuh sesak berisi lumut-lumut
hijau dengan perut buncit. Salah satu warga yang ikut dalam pengangkatan tubuh
si anak ini serambi memegang pergelangan tangan serta merebahkan telinganya ke
dada si anak berucah, Innalillahiwa’innalillahiroji’un,
sontak membuat suasana diiringi isakan tangis sang ibu dan ayah yang tahu
sedang kehilangan seorang anak pertama mereka. Dalam kedukaan tersebut membuat
sang ayah tak putus asa terus menggendong sang anak yang tak berdaya ini
berharap si anak terbangun hingga ke rumah diiringi warga sekitar yang turut
berduka cita. Malam itu juga persiapan pemandian dan pengkafanan si anak
dilakukan. Namun si ayah tetap saja terus menggendong si anak tak lelah terus. Entah
apa yang terjadi, tiba-tiba si anak seperti tersedak, dan merintih kesakitan
dan menangis.
Saya lah si anak kecil yang malang itu. Sungguh kebesaran Allah SWT
yang telah menunjukkan kuasanya. Di ceritakan dari Ibu saya ketika ku menginjak
SMP lalu. Setelah kejadian itu, sakit berkepanjangan menimpa saya yang pada
akhirnya kami pun memutuskan utuk pindah.
Pulau Sambu adalah tempat perpindahan kami yang akhirnya menetap dan
mengenyam pendidikan. Masih di wilayah profinsi yang sama namun beda
daerah/pulau. Ayah beralih profesi menjadi karyawan di sebuah Perusahaan
Terbesar di situ yang bernama PT. PSG, yang mana perusahaan/pabrik tersebut
memproduksi Santan Instan dari kelapa-kelapa yang di olah dalam kemasan yang
bertuliskan “KARA”. Santan “KARA” Produksi PT. PSG yang seluruh tulisannya tak
pernah kupahami maknanya (berbahasa cina), apakah ini masih Produk Indonesia?? Tak
mengerti yang membuatku tak peduli, tapi ya sudahlah.
Tanpa mengenyam mendidikan “TK”, aku di daftarkan di sebuah sekolah
favorite di daerah tersebut, meski bukan sekolah negeri, namun memiliki status
yang bahkan mengalahkan status Negeri sekalipun dalam sebuah naungan yayasan
yaitu Yayasan Bahtera Dwipa Abadi (YBDA) yang di dalamnya mencakup TK Dwipa
Abadi, SD Dwipa Abadi, SMP Dwipa Abadi dan PLK (Setara dengan SMP seperti STM) Dwipa
Abadi.
Bersekolah di YBDA, hingga menginjak SMP kelas 2, karena suatu alasan
pekerjaan ayah, membuat kami pindah dan pulang ke Jawa. Jakarta menjadi tempat
dimana kami akan tinggal, mengetahui kami pulang kejawa, “mbah” putri yang ada
di kebumen menginginkan saya dan adik saya bersekolah di kebumen.
SMP Muhammadiyah 1 Kebumen menjadi persinggahan saya melanjutkan
pendidikan yang sempat terhenti selama 2 bulan. Ini menjadi titik awal saya
berpisah dari kedua orang tua yang telah membesarkan saya.
Hingga SMA dan
akhirnya lulus, saya melanjutkan Study ke jenjang yang lebih tinggi karena
memang permintaan dari semua keluarga. Pendaftaran Perguruan tinggi di buka
dimana-mana, yang membuat ku pesimis ketika ku ingin melanjutkan study ialah,
saya di haruskan masuk ke “Fakultas Hukum” bertolak belakang dengan yang saya
inginkan di Fakultas yang memiliki jurusan “Seni” entah itu seni rupa, seni
lukis, dan seni musik. Namun karena sebuah kewajiban seorang anak. Patuh kepada
yang lebih tinggi menjadi hal yang harus di utamakan.
Mendaftarlah saya melalui SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri) dengan pilihan jurusan “Ilmu Hukum” di dua perguruan tinggi yang
berbeda yakni UGM dan Unnes dan tes di UGM kala itu. Sedikit pesimis akan lolos
seleksi ini mengingat sebelumnya dalam SNMPTN Undangan saya gagal dengan
pilihan yang sama yakni “ilmu hukum” (prioritas) di UGM dan UI. Setelah pengumuman tiba, Unnes lah yang menerima saya menjadi
mahasiswanya di Fakultas Pilihan saya di tahun 2011.
Ternyata.. :o
BalasHapusada apa ma asma ^_^
BalasHapusternyata gitu to ceritanya, Allah ngasih kesempatan untu kedua kalinya.. hoho
BalasHapusterus kenapa? nggak boleh ya?
BalasHapusnice ^_^
BalasHapuseh ada Rani ^_^
BalasHapusahahaha,,,kocak ,,,semangat isaaan :)
BalasHapusju
BalasHapus