Di fakultas hukum para mahasiswa diberi
pelajaran dasar ialah: Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia.
Kedua pelajaran itu penting sekali untuk kelanjutan studi hukum. Mata kuliah
yang pertama lebih bersifat filsafat dan teori hukum serta mengemukakan
pengertian-pengertian hukum, sedang yang kedua lebih bersifat pengantar kepada
berbagai lapangan hukum yang berlaku di Indonesia ini. Disini penting untuk
menyadari, bahwa di antara lapangan-lapangan hukum itu ada hubungan satu sama
lain.
Disamping itu diberikan mata-mata kuliah
yang bersifat non juridis, a.l sosiologi dan ekonomi. Sosiologi yang
mempelajari masyarakat dalam totlaitasnya, memberikan pengetahuan tentang
gejala-gejala dalam masyarakat dan bagaimana hubungan satu sama lain.
Gejala-gejala ini tidaklah abstrak, melainkan konkrit, ialah
perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungan kelompok dalam masyarakat, dimana
terdapat interaksi dan komunikasi, struktur dan pola-pola perbuatan beserta perubahan-perubahannya.
Jadi pokok dalam pengetahuan ini ialah agar difahami tentang masyarakat, dimana
hukum merupakan salah satu fasetnya.
Pelajaran ekonomi pun dimaksudkan agar
lebih mengetahui masyarakat dari segi tertentu, ialah dari segi usaha manusia
untuk memenuhi kebutuhannya (kesejahteraan), padahal alat-alat atau
sarana-sarana untuk mencapai hal tersebut terbatas.
Ilmu-ilmu itu memasuki problema-problema
kemasyarakatan, berusaha memecahkannya dan akhirnya berusaha mencapai
kesimpulan-kesimpulan yang dapat diambil untuk kepentingan, untuk kesejahteraan
masyarakat itu. Berhubung dengan itu mempelajari hukum (ilmu hukum) tidak boleh
terlepas dari mempelajari tingkah laku manusia dalam masyarakat (behavioural sciences) dan ilmu
kemasyarakatan (sicial sciences). Seorang sarjana hukum harus bisa
mengintegrasikan cara pendekatan yang bersifat yuridis dan ilmu kemasyarakatan.
Ilmu hukum merupakan ilmu kemasyarakatan
yang normatif (normative maatschappij
wetenschap), ilmu normatif tentang hubungan antar-manusia. Van haersolte
mengatakan, “seorang sarjana hukum tanpa pengetahuan tentang kemasyarakatan dan
ekonomi secara wajar adalah sama seperti seorang biolog tanpa pengetahuan
tentang ilmu kimia atau seorang dokter tanpa pengetahuan tentang biologi”.
Dikatakan pula bahwa, ilmu hukum lebih membutuhkan ilmu sosiologi dan ilmu
ekonomi daripada sebaliknya (NJB, hal 844).
Pelajaran-pelajaran selanjutnya
merupakan differensiasi dari berbagai bidang hukum misalnya: hukum perdata,
hukum pidana, hukum tata negara. Bidang - bidang atau lapangan-lapangan hukum
ini mempunyai perkembangannya sendiri dan mempunyai pengertian-pengertiannya
sendiri pula. Inilah sebabnya mengapa ada yang dinamakan “bahasa hukum”.
Norma, Nilai, Sanksi, Peraturan.
Kalau kita mempelajari hukum, kita
berhadapan dengan anggapan-anggapan, yang sedikit atau banyak mengikat
perbuatan seseorang dalam masyarakat atau suatu kelompok dalam masyarakat.
Anggapan-anggapan ini memberi petunjuk bagaimana seseorang harus berbuat atau
tidak harus berbuat. Anggapan-anggapan ini lazim disebut norma atau kaidah
(Prof. Djojodigoeno menamakannya ugeran). Jadi norma adalah anggapan bagaimana
seseorang harus berbuat atau tidak harus berbuat.
Istilah normatif mengandung arti adanya
unsur apa yang “seharusnya”, apa yang “diharapkan”. Norma mengandung apa yang
diharapkan (=yang patut) atau yang tidak diharapkan (=yang tidak patut) Misal:
Seorang mahasiswa diharapkan dalam mempelajari ilmu menggunakan perpustakaan,
seorang mahasiswa diharapkan tidak lagi bercanda (berkelakar) seperti anak-anak
sekolah menengah, dsb. Contoh-contoh norma tersebut mengandung apa yang
seharusnya dan apa yang sepatutnya.
Dibelakang norma terdapat nilai (value).
Nilai merupakan dasar bagi norma. Nilai dapat diartikan sebagai ukuran yang
disadari atau tidak disadari oleh suatu masyarakat atau golongan untuk
menetapkan apa yang benar, yang baik dsb. Nilai mempengaruhi tindak laku orang.
Ukuran-ukuran yang kita sebut nilai, misalnya: Kejujuran, kesetiaan, kesucian,
kegunaan, keindahan, kehormatan, kesusilaan, dsb. Norma yang menghendaki bahwa
seorang mahasiswa dalam mempelajari ilmu menggunakan perpustakaan itu didasari
oleh nilai kegunaan, sedang norma yang mengharapkan bahwa seorang mahasiswa
tidak lagi berkelakuan seperti anak SMA didasari oleh nilai kesusilaan,
setidak-tidaknya oleh nilai kepatutan. Nilai itu lebih abstrak daripada norma.
Sistem nilai (value system) sesuatu
bangsa, masyarakat atau golongan tidaklah sama. Oleh karena itu, maka norma
yang berlaku disuatu bangsa, masyarakat atau golongan tidak selalu berlaku pada
bangsa, masyarakat atau golongan lain.
Setiap anggota masyarakat mempunyai
bermacam-macam peranan (rol, kedudukan) sekaligus. Disamping peranannya sebagai
anggota keluarga, ia bisa menjadi anggota perkumpulan badminton, menjadi
pegawai, mahasiswa, warganegara, dsb. Dalam peranannya yang tertentu itu orang
mengharapkan (expect) daripada tindak
laku selaras dengan norma yang berlaku diberbagai kelompok, atau golongan,
dimana ia menjadi anggotanya saling betentangan. Dalam hal ini ia terpaksa
harus mengadakan pemilihan.
Apakah artinya jika dikatakan sesuatu
norma itu berlaku disuatu masyarakat? norma itu dikatakan berlaku apabila dalam
masyarakat itu terdapat faktor-faktor sosial yang membuat anggota-anggota
masyarakat itu bertindak laku sesuai (conform)
dengan norma itu. Seseorang disebut “non-conformist”, apabila ia tidak mau
mengakui norma yang berlaku dalam sesuatu masyarakat dan bertindak bertentangan
dengan norma tersebut.
Tiap masyarakat atau golongan
menghendaki normanya dipatuhi, akan tetapi tidak semua orang bisa dan mau
mematuhi. Agar supaya normanya dipatuhi maka masyarakat atau golongan itu
mengadakan sanksi atau penguat (istilah Prof. Djojodigoeno: pekokoh). Sanksi
bisa bersifat negatif bagi mereka yang berbuat menyimpang dari norma, akan
tetapi juga bersifat positif bagi mereka yang mentaatinya. Sanksi yang negatif
misalnya pidana, sedang sanksi yang positif misalnya hadiah.
Disamping itu masih ada perbedaan lagi,
ialah ada sanksi yang formil dan yang informil. Sanksi yang formil dirumuskan
lebih pasti. Sanksi informil misalnya seorang mahasiswa yang terlambat masuk
dalam ruangan kuliah di soraki oleh teman-temannya.
Sebagian dari norma merupakan norma
hukum. Disebut norma hukum, apabila masyarakat dengan alat perlengkapannya
dapat memaksakan berlakunya. Norma hukum ini menjadi aturan hukum, apabila
berbentuk suatu rumusan tertentu. Perumusan ini penting agar orang mengetahui
bagaimana hukumannya.
Perumusan aturan hukum yang tertulis
kita sebut peraturan. Misal: Pasal 338 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa sengaja
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara
setinggi-tingginya 15 tahun”.
Norma yang terletakk “dibelakang” aturan
ini ialah: orang dilarang membunuh. Nilai yang terletak “dibelakang” norma itu
ialah: kelangsungan hidup atau kasih sayang terhadap sesama hidup.
Adressat Dari Norma Hukum.
Yang menjadi adressat dari norma hukum
adalah warga masyarakat. kepada mereka inilah norma-norma itu tertuju. Dari
mereka diharapkan untuk bertindak laku seperti apa yang dipandang patut oleh
norma itu atau sebaliknya.
Dalam pada itu norma hukum yang
berbentuk peraturan hukum itu juga menjadi pedoman bagi alat perlengakapan
masyarakat hukum itu juga menjadi pedoman bagi alat perlengkapan masyarakat (negara)
dalam hal melaksanakan aturan-aturan itu. Misalnya, apakah ia mempunyai
kewenangan untuk bertindak sesuatu apakah sanksi pidanya dapat diterapkan.
Dengan demikian bisa juga dikatakan bahwa adressat dari norma-norma hukum yang
demikian itu adalah alat-alat perlengkapan negara, misalnya hakim, jaksa,
polisi, juru sita, dsb. Dalam hubungan ini maka alat perlengkapan negara harus
mentaati norma hukum.
Hukum pidana dari suatu bangsa merupakan
indikasi yang sangat penting untuk mengetahui tingkat peradaban bangsa itu,
karena didalamnya tersirat bagaimana pandangan bangsa tersebut tentang etika
(tata-susila) kemasyarakatan dan moral keagamaan.
Buku-buku pelajaran tentang pidana yang
dapat disebut ialah:
1. Karni:
Ringkasan tentang hukum pidana, 1951
2. H.J
van Schravendijk: Buku pelajaran tentang hukum pidana Indonesia, 1959
3. E.
Utrech: Hukum pidana I, cetakan ke- 2, 1960, buku ini memberi pengantar hukum
pidana ialah pembahasan pelajaran umum (algemene leerstukken) dari KUHPidana
hanya sampai dengan pasal 54 dan hukum pidana II.
4. Jonkers,
Handboek van het Nederlandsch-indische strafrecht (diterjemahkan oleh
Universitas Gajah Mada)
5. Roeslan
Saleh: perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana tahun 1968
6. Wirjono
Prodjodikoro: azas-azas Hukum Pidana.
Disamping buku-buku pelajaran juga dapat
menjadi sumber pengetahuan hukum pidana:
1. Majalah-majalah:
a. “Hukum”
majalah dari P.A.H.I (Perhimpunan Ahli Hukum Indonesia)
b. “Majalah
Hukum dan Masyarakat”. majalah dari I.S.H.I (Ikatan Sarjana Hukum Indonesia)
Majalah-majalah tersebut dalam a dan b tidak terbit
lagi semenjak P.A.H.I dan I.S.H.I berfungsi menjadi PERSAHI (Perhimpunan
Sarjana Hukum Indonesia)
c. Majalah
PERSAHI yang dinamakan: “Hukum dan Mayarakat” memuat tulisan-tulisan dari
sarjana-sarjana hukum Indonesia yang terkemuka dan yang sangat penting ialah
memuat jurisprudensi (Inipun sudah lama tidak terbit)
d. Varia
Peradilan, majalah bulanan yang diterbitkan oleh Ikatan Hakim Cabang Semarang
(tak terbit lagi)
e. Genta
Kejaksaan, majalah Triwulan diterbitkan oleh Persaja (Persatuan Jaksa-jaksa)
Jawa Tengah (tak terbit lagi)
f. Majalah
Universitas Diponegoro, yang kadang-kadang juga memuat soal-soal hukum pidana
(tak terbit lagi)
g. Hukum
dan keadilan, diterbitkan oleh Peradin.
h. Journal
dan Buletin yang diterbitkan oleh I.C.O.J (International Commission of Jurist)
2. Kumpulan
keputusan-keputusan
a. Yurisprudensi
Jawa Barat (F.H. Unpad)
b. Yurisprudensi
Mahkamah Agung
c. Eoa
Surya Darmawan: “Himpunan Keputusan-keputusan dari Mahkamah Agung” mengenai
hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana.
3. Tulisan-tulisan
mengenai Hukum Pidana:
a. Suprapto:
Hukum Pidana Ekonomi, ditinjau dalam rangka Pembangunan Nasional. Suatu
Desertasi, tahun 1961.
b. Han
Bing Siong: Cara melaksanakan hukuma mati, pada waktu sekarang dan pada waktu
yang lampau (1960).
c. Han
Bing Siong: Dasar-dasar pengetahuan tata hukum Indonesia dari ilmu hukum pidana
Indonesi, (1963).
d. Muljatno:
Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, (1955).
4. Prasaran-prasaran:
a. Oemar
Senoadji: Azas tata hukum Nasional dalam bidang hukum pidana. Diberikan dalam
seminar hukum nasional, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembinaan Hukum
Nasional kerjasama dengan PERSAHI cabang Jakarta pada tahun 1963. Pembahasan
Utama terhadap prasaran ini dilakukan oleh Prof. Muljatno dan Han Bing Siong
(S.H). Prasaran tersebut meliputi seluruh lapangan hukum pidana.
b. Muljtano:
Atas dasar atau azas apakah hukum pidana kita dibangun. Prasaran yang
dikemukakan pada Kongres ke II Persahi tahun 1964 adalah suatu tanggapan
terhadap “Rancangan Undang-undang mengenai azas-azas dan dasar pokok tata hukum
pidana dan hukum pidana Indonesia.
5. Komentar
Roeslan Saleh, Kitab Undang-undang Hukum Pidana
dengan penjelasan (hanya buku ke 1). Buku komentar memberi komentar pasal demi
pasal terhadap KUHP, atau terhadap peraturan undang-undang lain.
Kitab Undang-undang hukum pidana yang
berlaku sekarang berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indie
(W.v.S) 1915 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918.
Kodifikasi ini merupakan copie dari
W.v.S Belanda tahun 1886, yang berarti bahwa azas-azas atau nilai-nilai yang
terdapat didalam KUHP. Itu sama dengan W.v.S Belanda tersebut. W.v.S Belanda
ini mempunyai persamaan pula dalam beberapa hal dengan Deutssches Strafgetzbuch
(K.U.H.Pidana Jerman). Berhubungan dengan itu dibawah ini disebutkan
kepustakaan (literatur) mengenai hukum pidana di Hindia Belanda, Belanda dan
jerman.
Kamu nyebelin
BalasHapus