Minggu, 26 Juli 2015

Buku: Hukum Pidana 1 (Pendahuluan)

Di fakultas hukum para mahasiswa diberi pelajaran dasar ialah: Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia. Kedua pelajaran itu penting sekali untuk kelanjutan studi hukum. Mata kuliah yang pertama lebih bersifat filsafat dan teori hukum serta mengemukakan pengertian-pengertian hukum, sedang yang kedua lebih bersifat pengantar kepada berbagai lapangan hukum yang berlaku di Indonesia ini. Disini penting untuk menyadari, bahwa di antara lapangan-lapangan hukum itu ada hubungan satu sama lain.
Disamping itu diberikan mata-mata kuliah yang bersifat non juridis, a.l sosiologi dan ekonomi. Sosiologi yang mempelajari masyarakat dalam totlaitasnya, memberikan pengetahuan tentang gejala-gejala dalam masyarakat dan bagaimana hubungan satu sama lain. Gejala-gejala ini tidaklah abstrak, melainkan konkrit, ialah perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungan kelompok dalam masyarakat, dimana terdapat interaksi dan komunikasi, struktur dan pola-pola perbuatan beserta perubahan-perubahannya. Jadi pokok dalam pengetahuan ini ialah agar difahami tentang masyarakat, dimana hukum merupakan salah satu fasetnya.
Pelajaran ekonomi pun dimaksudkan agar lebih mengetahui masyarakat dari segi tertentu, ialah dari segi usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya (kesejahteraan), padahal alat-alat atau sarana-sarana untuk mencapai hal tersebut terbatas.
Ilmu-ilmu itu memasuki problema-problema kemasyarakatan, berusaha memecahkannya dan akhirnya berusaha mencapai kesimpulan-kesimpulan yang dapat diambil untuk kepentingan, untuk kesejahteraan masyarakat itu. Berhubung dengan itu mempelajari hukum (ilmu hukum) tidak boleh terlepas dari mempelajari tingkah laku manusia dalam masyarakat (behavioural sciences) dan ilmu kemasyarakatan (sicial sciences). Seorang sarjana hukum harus bisa mengintegrasikan cara pendekatan yang bersifat yuridis dan ilmu kemasyarakatan.
Ilmu hukum merupakan ilmu kemasyarakatan yang normatif (normative maatschappij wetenschap), ilmu normatif tentang hubungan antar-manusia. Van haersolte mengatakan, “seorang sarjana hukum tanpa pengetahuan tentang kemasyarakatan dan ekonomi secara wajar adalah sama seperti seorang biolog tanpa pengetahuan tentang ilmu kimia atau seorang dokter tanpa pengetahuan tentang biologi”. Dikatakan pula bahwa, ilmu hukum lebih membutuhkan ilmu sosiologi dan ilmu ekonomi daripada sebaliknya (NJB, hal 844).
Pelajaran-pelajaran selanjutnya merupakan differensiasi dari berbagai bidang hukum misalnya: hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara. Bidang - bidang atau lapangan-lapangan hukum ini mempunyai perkembangannya sendiri dan mempunyai pengertian-pengertiannya sendiri pula. Inilah sebabnya mengapa ada yang dinamakan “bahasa hukum”.

Norma, Nilai, Sanksi, Peraturan.
Kalau kita mempelajari hukum, kita berhadapan dengan anggapan-anggapan, yang sedikit atau banyak mengikat perbuatan seseorang dalam masyarakat atau suatu kelompok dalam masyarakat. Anggapan-anggapan ini memberi petunjuk bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak harus berbuat. Anggapan-anggapan ini lazim disebut norma atau kaidah (Prof. Djojodigoeno menamakannya ugeran). Jadi norma adalah anggapan bagaimana seseorang harus berbuat atau tidak harus berbuat.
Istilah normatif mengandung arti adanya unsur apa yang “seharusnya”, apa yang “diharapkan”. Norma mengandung apa yang diharapkan (=yang patut) atau yang tidak diharapkan (=yang tidak patut) Misal: Seorang mahasiswa diharapkan dalam mempelajari ilmu menggunakan perpustakaan, seorang mahasiswa diharapkan tidak lagi bercanda (berkelakar) seperti anak-anak sekolah menengah, dsb. Contoh-contoh norma tersebut mengandung apa yang seharusnya dan apa yang sepatutnya.
Dibelakang norma terdapat nilai (value). Nilai merupakan dasar bagi norma. Nilai dapat diartikan sebagai ukuran yang disadari atau tidak disadari oleh suatu masyarakat atau golongan untuk menetapkan apa yang benar, yang baik dsb. Nilai mempengaruhi tindak laku orang. Ukuran-ukuran yang kita sebut nilai, misalnya: Kejujuran, kesetiaan, kesucian, kegunaan, keindahan, kehormatan, kesusilaan, dsb. Norma yang menghendaki bahwa seorang mahasiswa dalam mempelajari ilmu menggunakan perpustakaan itu didasari oleh nilai kegunaan, sedang norma yang mengharapkan bahwa seorang mahasiswa tidak lagi berkelakuan seperti anak SMA didasari oleh nilai kesusilaan, setidak-tidaknya oleh nilai kepatutan. Nilai itu lebih abstrak daripada norma. Sistem nilai (value system) sesuatu bangsa, masyarakat atau golongan tidaklah sama. Oleh karena itu, maka norma yang berlaku disuatu bangsa, masyarakat atau golongan tidak selalu berlaku pada bangsa, masyarakat atau golongan lain.
Setiap anggota masyarakat mempunyai bermacam-macam peranan (rol, kedudukan) sekaligus. Disamping peranannya sebagai anggota keluarga, ia bisa menjadi anggota perkumpulan badminton, menjadi pegawai, mahasiswa, warganegara, dsb. Dalam peranannya yang tertentu itu orang mengharapkan (expect) daripada tindak laku selaras dengan norma yang berlaku diberbagai kelompok, atau golongan, dimana ia menjadi anggotanya saling betentangan. Dalam hal ini ia terpaksa harus mengadakan pemilihan.
Apakah artinya jika dikatakan sesuatu norma itu berlaku disuatu masyarakat? norma itu dikatakan berlaku apabila dalam masyarakat itu terdapat faktor-faktor sosial yang membuat anggota-anggota masyarakat itu bertindak laku sesuai (conform) dengan norma itu. Seseorang disebut “non-conformist”, apabila ia tidak mau mengakui norma yang berlaku dalam sesuatu masyarakat dan bertindak bertentangan dengan norma tersebut.
Tiap masyarakat atau golongan menghendaki normanya dipatuhi, akan tetapi tidak semua orang bisa dan mau mematuhi. Agar supaya normanya dipatuhi maka masyarakat atau golongan itu mengadakan sanksi atau penguat (istilah Prof. Djojodigoeno: pekokoh). Sanksi bisa bersifat negatif bagi mereka yang berbuat menyimpang dari norma, akan tetapi juga bersifat positif bagi mereka yang mentaatinya. Sanksi yang negatif misalnya pidana, sedang sanksi yang positif misalnya hadiah.
Disamping itu masih ada perbedaan lagi, ialah ada sanksi yang formil dan yang informil. Sanksi yang formil dirumuskan lebih pasti. Sanksi informil misalnya seorang mahasiswa yang terlambat masuk dalam ruangan kuliah di soraki oleh teman-temannya.
Sebagian dari norma merupakan norma hukum. Disebut norma hukum, apabila masyarakat dengan alat perlengkapannya dapat memaksakan berlakunya. Norma hukum ini menjadi aturan hukum, apabila berbentuk suatu rumusan tertentu. Perumusan ini penting agar orang mengetahui bagaimana hukumannya.
Perumusan aturan hukum yang tertulis kita sebut peraturan. Misal: Pasal 338 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara setinggi-tingginya 15 tahun”.
Norma yang terletakk “dibelakang” aturan ini ialah: orang dilarang membunuh. Nilai yang terletak “dibelakang” norma itu ialah: kelangsungan hidup atau kasih sayang terhadap sesama hidup.

Adressat Dari Norma Hukum.
Yang menjadi adressat dari norma hukum adalah warga masyarakat. kepada mereka inilah norma-norma itu tertuju. Dari mereka diharapkan untuk bertindak laku seperti apa yang dipandang patut oleh norma itu atau sebaliknya.
Dalam pada itu norma hukum yang berbentuk peraturan hukum itu juga menjadi pedoman bagi alat perlengakapan masyarakat hukum itu juga menjadi pedoman bagi alat perlengkapan masyarakat (negara) dalam hal melaksanakan aturan-aturan itu. Misalnya, apakah ia mempunyai kewenangan untuk bertindak sesuatu apakah sanksi pidanya dapat diterapkan. Dengan demikian bisa juga dikatakan bahwa adressat dari norma-norma hukum yang demikian itu adalah alat-alat perlengkapan negara, misalnya hakim, jaksa, polisi, juru sita, dsb. Dalam hubungan ini maka alat perlengkapan negara harus mentaati norma hukum.
Hukum pidana dari suatu bangsa merupakan indikasi yang sangat penting untuk mengetahui tingkat peradaban bangsa itu, karena didalamnya tersirat bagaimana pandangan bangsa tersebut tentang etika (tata-susila) kemasyarakatan dan moral keagamaan.
Buku-buku pelajaran tentang pidana yang dapat disebut ialah:
1.      Karni: Ringkasan tentang hukum pidana, 1951
2.      H.J van Schravendijk: Buku pelajaran tentang hukum pidana Indonesia, 1959
3.      E. Utrech: Hukum pidana I, cetakan ke- 2, 1960, buku ini memberi pengantar hukum pidana ialah pembahasan pelajaran umum (algemene leerstukken) dari KUHPidana hanya sampai dengan pasal 54 dan hukum pidana II.
4.      Jonkers, Handboek van het Nederlandsch-indische strafrecht (diterjemahkan oleh Universitas Gajah Mada)
5.      Roeslan Saleh: perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana tahun 1968
6.      Wirjono Prodjodikoro: azas-azas Hukum Pidana.
Disamping buku-buku pelajaran juga dapat menjadi sumber pengetahuan hukum pidana:
1.      Majalah-majalah:
a.       “Hukum” majalah dari P.A.H.I (Perhimpunan Ahli Hukum Indonesia)
b.      “Majalah Hukum dan Masyarakat”. majalah dari I.S.H.I (Ikatan Sarjana Hukum Indonesia)
Majalah-majalah tersebut dalam a dan b tidak terbit lagi semenjak P.A.H.I dan I.S.H.I berfungsi menjadi PERSAHI (Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia)
c.       Majalah PERSAHI yang dinamakan: “Hukum dan Mayarakat” memuat tulisan-tulisan dari sarjana-sarjana hukum Indonesia yang terkemuka dan yang sangat penting ialah memuat jurisprudensi (Inipun sudah lama tidak terbit)
d.      Varia Peradilan, majalah bulanan yang diterbitkan oleh Ikatan Hakim Cabang Semarang (tak terbit lagi)
e.       Genta Kejaksaan, majalah Triwulan diterbitkan oleh Persaja (Persatuan Jaksa-jaksa) Jawa Tengah (tak terbit lagi)
f.       Majalah Universitas Diponegoro, yang kadang-kadang juga memuat soal-soal hukum pidana (tak terbit lagi)
g.      Hukum dan keadilan, diterbitkan oleh Peradin.
h.      Journal dan Buletin yang diterbitkan oleh I.C.O.J (International Commission of Jurist)
2.      Kumpulan keputusan-keputusan
a.       Yurisprudensi Jawa Barat (F.H. Unpad)
b.      Yurisprudensi Mahkamah Agung
c.       Eoa Surya Darmawan: “Himpunan Keputusan-keputusan dari Mahkamah Agung” mengenai hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana.
3.      Tulisan-tulisan mengenai Hukum Pidana:
a.       Suprapto: Hukum Pidana Ekonomi, ditinjau dalam rangka Pembangunan Nasional. Suatu Desertasi, tahun 1961.
b.      Han Bing Siong: Cara melaksanakan hukuma mati, pada waktu sekarang dan pada waktu yang lampau (1960).
c.       Han Bing Siong: Dasar-dasar pengetahuan tata hukum Indonesia dari ilmu hukum pidana Indonesi, (1963).
d.      Muljatno: Perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, (1955).
4.      Prasaran-prasaran:
a.       Oemar Senoadji: Azas tata hukum Nasional dalam bidang hukum pidana. Diberikan dalam seminar hukum nasional, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembinaan Hukum Nasional kerjasama dengan PERSAHI cabang Jakarta pada tahun 1963. Pembahasan Utama terhadap prasaran ini dilakukan oleh Prof. Muljatno dan Han Bing Siong (S.H). Prasaran tersebut meliputi seluruh lapangan hukum pidana.
b.      Muljtano: Atas dasar atau azas apakah hukum pidana kita dibangun. Prasaran yang dikemukakan pada Kongres ke II Persahi tahun 1964 adalah suatu tanggapan terhadap “Rancangan Undang-undang mengenai azas-azas dan dasar pokok tata hukum pidana dan hukum pidana Indonesia.
5.      Komentar
Roeslan Saleh, Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan penjelasan (hanya buku ke 1). Buku komentar memberi komentar pasal demi pasal terhadap KUHP, atau terhadap peraturan undang-undang lain.
Kitab Undang-undang hukum pidana yang berlaku sekarang berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indie (W.v.S) 1915 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918.
Kodifikasi ini merupakan copie dari W.v.S Belanda tahun 1886, yang berarti bahwa azas-azas atau nilai-nilai yang terdapat didalam KUHP. Itu sama dengan W.v.S Belanda tersebut. W.v.S Belanda ini mempunyai persamaan pula dalam beberapa hal dengan Deutssches Strafgetzbuch (K.U.H.Pidana Jerman). Berhubungan dengan itu dibawah ini disebutkan kepustakaan (literatur) mengenai hukum pidana di Hindia Belanda, Belanda dan jerman.

1 komentar: