Kampus
dengan segala unsur yang ada didalamnya menjadi salah satu lembaga yang
mempunyai tempat dimasyarakat. Banyak para pemimpin negeri-negeri didunia lahir
dari suatu kampus. Tidak berlebihan kalau kampus merupakan kawah candra
dimukanya calon penerus bangsa tersebut. Sehingga amatlah wajar bila mahasiswa,
salah satu unsur terpenting kampus menjadikannya sebagai miniatur Negara.
Dengan sebutan student government
(pemerintahan mahasiswa) elemen mahasiswa berusaha mengatur diri dan warganya
layaknya pemimpin-pemimpin kecil dalam suatu Negara.
Perangkat
ketatanegaraan pun di bentuk sedemikian rupa layaknya sebuah negara,
diantaranya lembaga eksekutif yang berwujud Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan
lembaga legislatif yang diperankan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) serta
perwujudan dari sebuah permusyawaratan rakyat juga terdapat lembaga Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) yang berdiri menjalankan roda pemerintahan
mahasiswa yang bernama Keluarga Mahasiswa (KM) di Universitas Negeri Semarang.
Sebagai
miniatur Negara, Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) hadir
ditengah - tengah system yang sedang bergulir dikampus tercinta ini. DPM KM
berfungsi dan bekerja layaknya DPR di sistem pemerintahan Indonesia bisa
dibilang serupa tapi tak sama. Kehadirannya dikancah perpolitikan kampus
memberikan warna tersendiri dalam pemerintahan mahasiswa. Meski tidak setenar
eksekutif, DPM KM memiliki peran penting dibalik layar sebagai produsen
undang-undang serta beberapa fungsi lainnya.
Pergantian
kekuasaan setiap tahunnya, struktur serta keterbutuhan perangkat didalamnya pun
selalu berubah-ubah menyesuaikan siklus eksekutif agar memudahkan sinergitas
kinerja antara kedua lembaga ini. Namun demikian tidak merubah substansi tugas
dan wewenangnya.
Anggota
DPM KM Unnes merupakan wakil mahasiswa yang dipilih melalui pemilihan umum raya
(Pemira) mahasiswa yang diserap dari fakultasnya masing-masing disetiap
tahunnya dengan komposisi tiga kursi anggota dewan di masing-masing fakultas. Dalam
mengaplikasikan kampus sebagai miniatur negara, DPM KM Unnes memiliki empat
fungsi pokok, yaitu: pengawasan, advokasi, legislasi, dan anggaran seperti
tertuang dalam Konstitusi Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.
Fungsi
pengawasan memposisikan DPM KM Unnes sebagai mitra kritis BEM KM Unnes
dalam setiap kebijakannya. Fungsi advokasi mewadahi setiap anggota untuk
mendengarkan suara mahasiswa di fakultasnya masing-masing, untuk
ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Fungsi legislasi memfasilitasi
DPM KM Unnes untuk membentuk undang-undang mahasiswa. Dan fungsi anggaran sebagai
wujud persetujuan DPM KM Unnes terhadap rancangan anggaran yang diajukan oleh
Presiden Mahasiswa. Namun, untuk fungsi anggaran hingga saat ini masih belum
jelas implementasinya seperti apa dan masih diusahakan untuk fungsi ini sebagai
audit penggunaan anggaran yang dikeluarkan.
Sedemikian
pentingnya tugas dan wewenang lembaga legislatif mahasiswa yang berwujud dalam
beberapa fungsi yang ada tersebut menjadikan keberadaan lembaga ini patut
diperhitungkan demi keberjalanan pemerintahan yang berdaulat. Oleh sebab itu,
sinergitas kerja antar lembaga dalam pemerintahan mahasiswa sangat penting demi
terwujudnya tujuan bersama sehingga good
student government layak untuk
diperjuangkan di atas berbagai kepentingan.
Beberapa
kalangan berpandangan bahwa peran lembaga legislatif mahasiswa berada dititik
nadir, yakni minim fungsi dan peran dan dianggap sebagai pelengkap saja karena
memang tidak ada dampak secara langsung manfaat adanya lembaga ini yang berbeda
dengan eksekutif yang bisa secara langsung berinteraksi dengan mahasiswa dengan
program-program yang sering juga melibatkan mereka sehingga lebih dianggap dan
terasa maanfaatnya.
Itu
semua bukan tanpa alasan, berdasarkan beberapa pengalaman, eksistensi lembaga
legislatif mahasiswa hanya terlihat diawal-awal tahun ajaran baru. Intensitas
rapat dan rapat kerja badan legislatif mahasiswa begitu menggebu-gebu, seperti
perekrutan anggota baru, penyusunan regulasi untuk satu tahun kedepan, sharing dan tukar pendapat tentang masa
depan kampus, dan sebagainya. Namun setelah itu, hasil dari itu semua tak
terimplementasi secara nyata di kehidupan kampus. Meski program kerja berjalan,
namun tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi kehidupan kampus khususnya dalam
pemerintahan mahasiswa. Belum lagi seleksi alam para anggotanya yang aktif
hanya pada awal-awal kepengurusan.
Kehadiran
badan legislatif mahasiswa memang seharusnya menjadi senjata bagi penggiat
kampus untuk melahirkan tatanan kegiatan mahasiswa yang terarah dan berorientasi
pada demokrasi seutuhnya. Bercermin dari sistem pemerintahan negeri ini,
dengan trias politica yang
dianut, hendaknya kampus dapat mengadopsi dan memodifikasi sistem tiga lembaga
negara, yaitu legislatif, eksekutif dan legislatif.
Menilik
sejarahnya, gerakan mahasiswa intra kampus memang mengalami pasang surut. Dari
mulai adanya Senat Mahasiswa di era Orde Lama, Badan Koordinasi Kemahasiswaan
(BKK) di era Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Dewan Mahasiswa masa Orde
Baru, hingga era reformasi dengan keberadaan lembaga kemahasiswaan yang
lebih fleksibel dan representatif dan demokratis. Dalam era-era tersebut pun,
kesemuanya memiliki tipe maupun fluktuasi gerakan masing-masing, sebagaimana
hukum sejarah bahwa tiap masa membawa kisahnya masing-masing.
Arif
Rahman Hakim pada zamannya telah menorehkan tinta emas sebagai penumbang rezim
Orde Lama dengan Senat Mahasiswanya di tahun 1965. Dewan Mahasiswa mencuat
ketika Hariman Siregar dan Kawan-kawan memimpin gerakan radikal yang berujung
pada peristiwa Malari di tahun 1974. Sehingga, selanjutnya pemerintahan Orde
Baru menerapkan Normalisaasi Kehidupan Kampus dengan membentuk Badan Koordinasi
Kemahasiswaan untuk mewadahi aktivitas kemahasiswaan yang cenderung
diperlakukan secara represif. Tak aneh jika pada masa sesudah Malari, gerakan
mahasiswa intra kampus terkesan tiarap bahkan mati suri. Pada masa-masa akhir
rezim orde baru, Senat Mahasiswa dari berbagai kampus kembali menggeliat
seiring kondisi bangsa yang telah akut, dan pada akhirnya memuncak titik
ekskalasinya pada tahun 1998 dengan menumbangkan rezim Orde Baru.
Sesudahnya,
reformasi nasional berimbas pula pada reformasi kelembagaan kemahasiswaan,
dengan konsep student government
yang cenderung bebas dari cengkeraman kekuasaan pemerintah seiring era
demokratisasi, dan sepertinya representatif sekali bagi pembelajaran politik mahasiswa.
Namun hal tersebut ironisnya justru cenderung menjadikan keberadaan
lembaga-lembaga kemahasiswaan mengalami kontraproduksi dan menjadi semacam
pelengkap saja keberadaanya di sebuah kampus. Lembaga legislatif yang
seharusnya menjalankan fungsi check
and balance terhadap lembaga eksekutif mahasiswa, terkesan miskin fungsi.
Hal ini semakin terpuruk dengan minimnya minat mahasiswa untuk berkiprah di
lembaga legislatif mahasiswa.
Hampir
seluruh lembaga legislatif mahasiswa di Indonesia, memiliki problem yang sama,
tak terkecuali di Universitas Negeri Semarang yang dalam hal ini DPM KM. Namun,
menurut penulis permasalahan tersebut bukanlah murni permasalahan lembaga saja
yang tugas dan wewenannya tidak jelas dan kurang mendapat perhatian dari
mahasiswa atau karena memang sejarahnya seperti itu, tetapi lebih bagaimana
peran serta para aktor didalam mengemasnya seperti apa agar lembaga ini mampu
berkiprah dan terasa manfaatnya dikalangan mahasiswa. Kurangnya pengalaman
serta pengetahuan mahasiswa akan peran lembaga legislatif menjadi faktor yang
tidak dapat dipungkiri. Lemahnya pengetahuan yang baru belajar saat berada di pengurusan
menjadikan kinerja yang seolah coba-coba.
Maka
dari itu, diperlukan inovasi kerja, pembimbingan serta pencerdasan mahasiswa
akan tugas dan fungsi legislatif dalam pemerintahan mahasiswa agar kedepan saat
tampuk estafet kepemimpinan berganti, keilmuan legislatif pun mampu terwariskan
secara baik.
Berangkat
dari permasalahan tersebut maka, buku Kekuasaan Legislatif Mahasiswa ini hadir
sebagai bentuk kontribusi pewarisan keilmuan legislatif mahasiswa dalam
pemerintahan mahasiswa agar mampu menghasilkan para legislator-legislator
mahasiswa yang cakap, handal dan terampil menjalankan roda pemerintahan
mahasiswa dibidang keligislatifan.
Berlandaskan
cita-cita membangun pemerintahan mahasiswa yang baik dan cita-cita luhur yang
tertuang dalam pembukaan Konstitusi Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri
Semarang serta status Mahasiswa Unnes yang menjadi bagian dari elemen Perguruan
Tinggi menjalankan dinamikanya berdasarkan hati nurani yang luhur dengan
berbagai perwujudan pemikiran dan pergerakan. Hal tersebut demi tercapainya
tujuan bersama. Melepaskan semua kepentingan golongan yang ada, mengabdi pada
almamater dan bangsa Indonesia untuk menjadi generasi muda pembaharu bangsa
yang terus berkontribusi.
Oleh
karenanya, ucapan terimakasih kepada rekan-rekan keluarga Dewan Perwakilan
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang, Dewan Perwakilan
Mahasiswa Fakultas dan seluruh Lembaga Legislatif Mahasiswa se-Semarang raya
serta rekan-rekan Forum Lembaga Legislatif Seluruh Indonesia yang telah banyak
membantu penulis menyelesaikan buku ini dengan baik.
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam buku ini berkaitan dengan
keilmuan penulis yang masih sangat jauh dari sempurna dan masih perlu belajar
lebih banyak lagi. Namun, tidak menyurutkan niat untuk sedikit berbagi kepada
rekan-rekan semua. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan guna
menyempurnakan buku ini.
Akhirnya,
dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan diri yang saya miliki, semoga
buku Kekuasaan Lembaga Legislatif
Mahasiswa mampu menjawab tantangan lembaga legislatif kedepan agar mampu
terus bergulir dan hidup ditengah iklim pemerintahan mahasiswa. Marilah kita
jadikan hari esok supaya lebih baik dari hari ini, karena perubahan tak bisa
dilawan, tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Dan
sejarah mengajarkan kita untuk menjadi lebih bijak.
Semarang,
26 Juni 2015
Muhammad
Ichsan Nugroho Wibawanto
0 komentar:
Posting Komentar