Minggu, 26 Juli 2015

Buku: Kekuasaan Legislatif Mahasiswa (Prolog)

Kampus dengan segala unsur yang ada didalamnya menjadi salah satu lembaga yang mempunyai tempat dimasyarakat. Banyak para pemimpin negeri-negeri didunia lahir dari suatu kampus. Tidak berlebihan kalau kampus merupakan kawah candra dimukanya calon penerus bangsa tersebut. Sehingga amatlah wajar bila mahasiswa, salah satu unsur terpenting kampus menjadikannya sebagai miniatur Negara. Dengan sebutan student government (pemerintahan mahasiswa) elemen mahasiswa berusaha mengatur diri dan warganya layaknya pemimpin-pemimpin kecil dalam suatu Negara.

Perangkat ketatanegaraan pun di bentuk sedemikian rupa layaknya sebuah negara, diantaranya lembaga eksekutif yang berwujud Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan lembaga legislatif yang diperankan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) serta perwujudan dari sebuah permusyawaratan rakyat juga terdapat lembaga Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) yang berdiri menjalankan roda pemerintahan mahasiswa yang bernama Keluarga Mahasiswa (KM) di Universitas Negeri Semarang.

Sebagai miniatur Negara, Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) hadir ditengah - tengah system yang sedang bergulir dikampus tercinta ini. DPM KM berfungsi dan bekerja layaknya DPR di sistem pemerintahan Indonesia bisa dibilang serupa tapi tak sama. Kehadirannya dikancah perpolitikan kampus memberikan warna tersendiri dalam pemerintahan mahasiswa. Meski tidak setenar eksekutif, DPM KM memiliki peran penting dibalik layar sebagai produsen undang-undang serta beberapa fungsi lainnya.

Pergantian kekuasaan setiap tahunnya, struktur serta keterbutuhan perangkat didalamnya pun selalu berubah-ubah menyesuaikan siklus eksekutif agar memudahkan sinergitas kinerja antara kedua lembaga ini. Namun demikian tidak merubah substansi tugas dan wewenangnya.

Anggota DPM KM Unnes merupakan wakil mahasiswa yang dipilih melalui pemilihan umum raya (Pemira) mahasiswa yang diserap dari fakultasnya masing-masing disetiap tahunnya dengan komposisi tiga kursi anggota dewan di masing-masing fakultas. Dalam mengaplikasikan kampus sebagai miniatur negara, DPM KM Unnes memiliki empat fungsi pokok, yaitu: pengawasan, advokasi, legislasi, dan anggaran seperti tertuang dalam Konstitusi Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang.

Fungsi pengawasan memposisikan DPM KM Unnes sebagai mitra kritis BEM KM Unnes dalam setiap kebijakannya. Fungsi advokasi mewadahi setiap anggota untuk mendengarkan suara mahasiswa di fakultasnya masing-masing, untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Fungsi legislasi memfasilitasi DPM KM Unnes untuk membentuk undang-undang mahasiswa. Dan fungsi anggaran sebagai wujud persetujuan DPM KM Unnes terhadap rancangan anggaran yang diajukan oleh Presiden Mahasiswa. Namun, untuk fungsi anggaran hingga saat ini masih belum jelas implementasinya seperti apa dan masih diusahakan untuk fungsi ini sebagai audit penggunaan anggaran yang dikeluarkan.

Sedemikian pentingnya tugas dan wewenang lembaga legislatif mahasiswa yang berwujud dalam beberapa fungsi yang ada tersebut menjadikan keberadaan lembaga ini patut diperhitungkan demi keberjalanan pemerintahan yang berdaulat. Oleh sebab itu, sinergitas kerja antar lembaga dalam pemerintahan mahasiswa sangat penting demi terwujudnya tujuan bersama sehingga good student government layak untuk diperjuangkan di atas berbagai kepentingan.

Beberapa kalangan berpandangan bahwa peran lembaga legislatif mahasiswa berada dititik nadir, yakni minim fungsi dan peran dan dianggap sebagai pelengkap saja karena memang tidak ada dampak secara langsung manfaat adanya lembaga ini yang berbeda dengan eksekutif yang bisa secara langsung berinteraksi dengan mahasiswa dengan program-program yang sering juga melibatkan mereka sehingga lebih dianggap dan terasa maanfaatnya.

Itu semua bukan tanpa alasan, berdasarkan beberapa pengalaman, eksistensi lembaga legislatif mahasiswa hanya terlihat diawal-awal tahun ajaran baru. Intensitas rapat dan rapat kerja badan legislatif mahasiswa begitu menggebu-gebu, seperti perekrutan anggota baru, penyusunan regulasi untuk satu tahun kedepan, sharing dan tukar pendapat tentang masa depan kampus, dan sebagainya. Namun setelah itu, hasil dari itu semua tak terimplementasi secara nyata di kehidupan kampus. Meski program kerja berjalan, namun tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi kehidupan kampus khususnya dalam pemerintahan mahasiswa. Belum lagi seleksi alam para anggotanya yang aktif hanya pada awal-awal kepengurusan.

Kehadiran badan legislatif mahasiswa memang seharusnya menjadi senjata bagi penggiat kampus untuk melahirkan tatanan kegiatan mahasiswa yang terarah dan berorientasi pada demokrasi seutuhnya. Bercermin dari sistem pemerintahan negeri ini, dengan trias politica yang dianut, hendaknya kampus dapat mengadopsi dan memodifikasi sistem tiga lembaga negara, yaitu legislatif, eksekutif dan legislatif.

Menilik sejarahnya, gerakan mahasiswa intra kampus memang mengalami pasang surut. Dari mulai adanya Senat Mahasiswa di era Orde Lama, Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) di era Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Dewan Mahasiswa masa Orde Baru, hingga era reformasi dengan keberadaan lembaga kemahasiswaan yang lebih fleksibel dan representatif dan demokratis. Dalam era-era tersebut pun, kesemuanya memiliki tipe maupun fluktuasi gerakan masing-masing, sebagaimana hukum sejarah bahwa tiap masa membawa kisahnya masing-masing.

Arif Rahman Hakim pada zamannya telah menorehkan tinta emas sebagai penumbang rezim Orde Lama dengan Senat Mahasiswanya di tahun 1965. Dewan Mahasiswa mencuat ketika Hariman Siregar dan Kawan-kawan memimpin gerakan radikal yang berujung pada peristiwa Malari di tahun 1974. Sehingga, selanjutnya pemerintahan Orde Baru menerapkan Normalisaasi Kehidupan Kampus dengan membentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan untuk mewadahi aktivitas kemahasiswaan yang cenderung diperlakukan secara represif. Tak aneh jika pada masa sesudah Malari, gerakan mahasiswa intra kampus terkesan tiarap bahkan mati suri. Pada masa-masa akhir rezim orde baru, Senat Mahasiswa dari berbagai kampus kembali menggeliat seiring kondisi bangsa yang telah akut, dan pada akhirnya memuncak titik ekskalasinya pada tahun 1998 dengan menumbangkan rezim Orde Baru.

Sesudahnya, reformasi nasional berimbas pula pada reformasi kelembagaan kemahasiswaan, dengan konsep student government yang cenderung bebas dari cengkeraman kekuasaan pemerintah seiring era demokratisasi, dan sepertinya representatif sekali bagi pembelajaran politik mahasiswa. Namun hal tersebut ironisnya justru cenderung menjadikan keberadaan lembaga-lembaga kemahasiswaan mengalami kontraproduksi dan menjadi semacam pelengkap saja keberadaanya di sebuah kampus. Lembaga legislatif yang seharusnya menjalankan fungsi check and balance terhadap lembaga eksekutif mahasiswa, terkesan miskin fungsi. Hal ini semakin terpuruk dengan minimnya minat mahasiswa untuk berkiprah di lembaga legislatif mahasiswa.

Hampir seluruh lembaga legislatif mahasiswa di Indonesia, memiliki problem yang sama, tak terkecuali di Universitas Negeri Semarang yang dalam hal ini DPM KM. Namun, menurut penulis permasalahan tersebut bukanlah murni permasalahan lembaga saja yang tugas dan wewenannya tidak jelas dan kurang mendapat perhatian dari mahasiswa atau karena memang sejarahnya seperti itu, tetapi lebih bagaimana peran serta para aktor didalam mengemasnya seperti apa agar lembaga ini mampu berkiprah dan terasa manfaatnya dikalangan mahasiswa. Kurangnya pengalaman serta pengetahuan mahasiswa akan peran lembaga legislatif menjadi faktor yang tidak dapat dipungkiri. Lemahnya pengetahuan yang baru belajar saat berada di pengurusan menjadikan kinerja yang seolah coba-coba.

Maka dari itu, diperlukan inovasi kerja, pembimbingan serta pencerdasan mahasiswa akan tugas dan fungsi legislatif dalam pemerintahan mahasiswa agar kedepan saat tampuk estafet kepemimpinan berganti, keilmuan legislatif pun mampu terwariskan secara baik.

Berangkat dari permasalahan tersebut maka, buku Kekuasaan Legislatif Mahasiswa ini hadir sebagai bentuk kontribusi pewarisan keilmuan legislatif mahasiswa dalam pemerintahan mahasiswa agar mampu menghasilkan para legislator-legislator mahasiswa yang cakap, handal dan terampil menjalankan roda pemerintahan mahasiswa dibidang keligislatifan.

Berlandaskan cita-cita membangun pemerintahan mahasiswa yang baik dan cita-cita luhur yang tertuang dalam pembukaan Konstitusi Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang serta status Mahasiswa Unnes yang menjadi bagian dari elemen Perguruan Tinggi menjalankan dinamikanya berdasarkan hati nurani yang luhur dengan berbagai perwujudan pemikiran dan pergerakan. Hal tersebut demi tercapainya tujuan bersama. Melepaskan semua kepentingan golongan yang ada, mengabdi pada almamater dan bangsa Indonesia untuk menjadi generasi muda pembaharu bangsa yang terus berkontribusi.

Oleh karenanya, ucapan terimakasih kepada rekan-rekan keluarga Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas dan seluruh Lembaga Legislatif Mahasiswa se-Semarang raya serta rekan-rekan Forum Lembaga Legislatif Seluruh Indonesia yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan buku ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam buku ini berkaitan dengan keilmuan penulis yang masih sangat jauh dari sempurna dan masih perlu belajar lebih banyak lagi. Namun, tidak menyurutkan niat untuk sedikit berbagi kepada rekan-rekan semua. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan guna menyempurnakan buku ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati dan keterbatasan diri yang saya miliki, semoga buku Kekuasaan Lembaga Legislatif Mahasiswa mampu menjawab tantangan lembaga legislatif kedepan agar mampu terus bergulir dan hidup ditengah iklim pemerintahan mahasiswa. Marilah kita jadikan hari esok supaya lebih baik dari hari ini, karena perubahan tak bisa dilawan, tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Dan sejarah mengajarkan kita untuk menjadi lebih bijak.

Semarang, 26 Juni 2015
Muhammad Ichsan Nugroho Wibawanto



0 komentar:

Posting Komentar