Sejak
tahun 2005, Indonesia mempraktikkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara
langsung untuk memilih gubernur, bupati dan walikota. Pemilihan langsung itu
merupakan amanat dari konstitusi hasil perubahan. Dalam pasal 18 ayat 4 UUD
1945 disebutkan bahwa “gubernur, bupati dan walikota sebagai kepala
pemerintahan daerah, dipilih secara demokratis”. Memang tidak secara eksplisit
disebutkan pemilihan dilakukan secara langsung, namun pada praktiknya sejak
diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 sebagai turunan dari pasal 18 ayat 4 UUD
1945, Pilkada dilakukan dengan cara pemilihan langsung.
Sejatinya,
Pilkada secara langsung itu untuk mengembangkan demokrasi di Indonesia. Namun,
dari tujuh tahun pengalaman Pilkada langsung ini justru timbul banyak dampak
negatif dalam kehidupan demokrasi. Sebut saja, Pilkada telah menyuburkan
praktik politik uang mulai dari mahar bagi parpol pengusung, biaya merawat
konstituen, sampai politisasi birokrasi.
Selain
itu, hasil Pilkada tak terlalu memuaskan. Dari 753 pasangan kepala daerah/wakil
kepala daerah yang terpilih dari 2005 hingga akhir 2011, sebanyak 275 orang
(18,2%) terjerat masalah hukum, baik sebagai saksi, tersangka, terdakwa maupun
terpidana. Sedangkan, pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah juga
sering pecah kongsi. Dari 753 pasangan itu, hanya 21 pasangan yang masih tetap
maju dengan pasangan yang sama untuk periode selanjutnya. Artinya, 97,4% pasangan kepala daerah dan wakilnya
pecah kongsi. Pecah kongsi ini merupakan pendidikan politik yang buruk bagi
masyarakat, karena tidak jarang mereka mengumbar konflik di depan publik.
Catatan
pula, sejak dimulainya era Pilkada secara langsung (2005), Indonesia telah
menggelar 852 Pilkada. Jumlah ini merupakan rekor Pilkada di dunia. Dengan kata
lain, setiap tiga hari sekali di selenggarakan Pilkada. Bayangkan pula, dari 33
provinsi, 497 kabupaten/kota se-Tanah air, harus dilakukan Pilkada secara
bergantian. Tentu, model Pilkada seperti ini terjadi pemborosan luar biasa.
Pada
tahun 2012 lalu, kementrian Dalam Negeri mengusulkan Pilkada secara serentak.
Usulan itu didasarkan pada pertimbangan efisiensi waktu dan anggaran serta
memudahkan tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU). Usulan ini akhirnya disetujui dalam
upaya percepatan pembahasan perubahan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah
Daerah pada awal tahun 2015 lalu.
Undang-Undang
Pilkada yang dikebut oleh DPR RI dan pemerintah akhirnya sudah terwujud dan
siap untuk payung hukum Pilkada serentak mulai Desember 2015. Sebanyak kurang
lebih 272 daerah akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan
dimulai pada tahun 2015 ini. Ini berarti terjadi penambahan jumlah dari
hitungan sebelumnya, yakni 204 daerah, karena sebagian daerah yang kepala
daerahnya berakhir masa jabatannya pada Januari hingga Juni 2016 juga diikutkan
pada pilkada serentak gelombang pertama ini.
Akan
dimulainya start mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung ini akibat
telah disahkannya secara resmi Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah
dan Pemerintahan Daerah (RUU Pilkada) menjadi sebuah Undang-Undang yang
mengatur tentang pelaksanaan pilkada di Indonesia. proses jalannya pengesahan
ini terbentuk melalui perundingan yang cukup lancar dan empat dari 10 fraksi di
DPR menyatakan bahwa setuju atas revisi revisi UU tersebut tanpa memberikan
catatan apapun.
Sedangkan
pilkada serentak gelombang kedua yang rencananya akan berlangsung pada bulan
Februari 2017 nanti, akan diikuti 99 daerah terdiri dari delapan provinsi dan
91 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Selanjutnya gelombang ketiga pilkada
serentak akan dilaksanakan pada bulan Juni 2018 dan akan diikuti oleh 171
daerah meliputi 17 provinsi dan 154 kabupaten/kota..
Dengan
telah disahkannya RUU Pilkada menjadi UU Pilkada ini, maka hanya ada tiga kelompok
besar Pemilu di Indonesia, yaitu Pilkada serentak, Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden. Dengan langkah ini pula, maka kedaulatan rakyat
telah berhasil dikembalikan kembali untuk berhak memilih calon pemimpin
daerahnya. Momen ini sejatinya harus lebih disikapi dengan bijak oleh
masyarakat di masing-masing daerah di Indonesia, dengan cara memilih secara
cerdas pemimpin yang benar-benar berniat memajukan daerahnya dengan tulus dan
ikhlas.
Muhammad Ichsan Nugroho
Wibawanto
Mahasiswa
Fakultas Hukum konsentrasi Pidana angkatan 2011
Universitas
Negeri Semarang
Referensi
dan bahan bacaan:
Majalah
“Majelis”, Media Informasi dan Komunikasi Konstitusi, Edisi No.
10/TH.VI/OKTOBER 2012
Website
lamda-ksi.com/2015/01/akhirnya-uu-pilkada-2015-disetujui-dpr.html di unduh pada
Selasa 11 Agustus 2015.