DAI

Sahabat adalah mereka yang bisa melihat kamu terluka dari matamu, ketika orang percaya dengan senyum diwajahmu

Runner Up, Call For Essay

Ekonomi Bebas Korupsi (EBK), Konferensi Nasional BEM FEB UGM Tahun 2013

Muncak Gunung Merbabu Bersama KAP Crew 2013

Muncak bersama KAP Crew 2013 di akhir kepengurusan

Punggawa KIFH 2013

Berprestasi dan Berkontribusi

Dieng (Negeri Atas Awan)

Adem benerrr, brrrrrr

Minggu, 24 Maret 2013

Tata Kelola Pemerintah di Indonesia


Tata Kelola Pemerintah di Indonesia[1]
Oleh
Muhammad Ichsan Nugroho W[2]

Abstrak
Istilah Tata kelola (governance) memeliki beragam definisi tergantung pada berbagai keadaan lingkungan, struktural, dan budaya, serta kerangka. Secara umum dapat di definiskan sebagai kombinasi proses dan struktural yang di terapkan oleh Dewan untuk menginformasikan, mengarahkan, mengelola, dan memantau kegiatan organisasi (negara) dalam rangka mencapai tujuan. Dalam hal ini yang menjalankan tugas pengelolaan tersebut ialah Pemerintah. Berbicara tentang Tata Kelola Pemerintah di Indonesia, tidak terlepas dari Hukum yang mengatur tata perintahanan tersebut. Indonesia sendiri menganut asas Negara Hukum (rule of law) dimana segala sesuatu yang mengatur dalam pemerintahan Indonesia berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Sama halnya seperti pendapat Immanuel Kant (1724-1804), terhadap tujuan negara hukum ialah; Menegakkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan warganya.
Kata kunci: Tata kelola (governance), Pemerintah, Negara hukum

Pendahuluan
            Esensi dan hakekat dari tujuan negara hukum adalah adanya rasa keadilan, kedamaian dan ketertiban yang akan tercipta dalam suasana lingkungan sebuah negara. Makna dan falsafah dari ide yang mau dicapai oleh hukum inilah menjadi idaman seluruh negara-negara modern, yang mendambakan adanya kesejahteraan bagi warga negaranya (welfare state).[3]
            Dalam konsepsi welfares state, negara diberi tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk itu pemerintah juga diberi Freis Ermessen, yaitu kewenangan yang sah untuk ikut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum. Dalam konsepsi, dengan adanya hal tersebut maka dibuatlah berbagai macam aturan-aturan, sebagai asas fundamental dalam menyelenggarakan tata aturan utuk mengejar cita-cita hukum tersebut (rechtsidee). Nilai-nilai tersebut sangat berarti bagi suatu negara, maka dari itulah dibuat aturan dasar yang lebih dikenal dengan sebutan konstitusi, yang mengatur hak dan kewajiban pemerintah dan warga negaranya, tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik, aturan-aturan penerapan fungsi dan wewenang lembaga-lembaga negara, pembentukan lembaga hukum (peradilan) diberbagai sektor kehidupan, dan sebagainya.
            Salah satu lembaga yang paling potensial dalam melakukan putusan-putusan sengketa hukum adalah Mahkamah Agung (MA). Pengaruh MA dalam banyak hal lebih besar dari pada lembaga negara lain disebabkan putusan-putusan hakim dapat mempengaruhi bidang-bidang lain. Begitu besar putusan hakim, sampai-sampai kata revolusi pernah dipakai untuk sebuah putusan hakim, misalnya sebutan Januarie revolutie yang diberikan kepada putusan Hoge Raad Belanda pada tanggal 31 Januari 1919. Putusan tersebut merubah pengertian yang sebelumnya berlaku tentang melawan hukum. Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa yang disebut melawan hukum itu tidak hanya tindakan yang bertentangan dengan tata susila atau apa yang oleh masyarakat dianggap baik.[4]
            Putusan revolusi seperti itu tentu saja patut disambut gembira. Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu putusan hakim yang revolusi dapat sangat berbahaya. Misalnya, putusan hakim tentang korupsi yang mengubah pengertian perbuatan yang sebelumnya termasuk korupsi menjadi bukan korupsi melainkan dapat mendorong seorang atau beberapa orang melakukan korupsi. Sampai sekarang masih sering terjadi kasus atas putusan yang diberikan hakim terhadap pegawai biasa sangat berbeda dengan pejabat tinggi. Berdasarkan kenyataan ini semestinya ada upaya dari semua pihak termasuk MA, untuk mengupayakan bantuan hukum kepada rakyat yang kebetulan tidak mampu, terutama dari segi dana.[5]
            Tentu saja, bahwa salah satu dasar dalam membentuk image penegakan hukum yang baik, khususnya dalam memutuskan perkara, maka gagasan-gagasan hukum yang sudah diformalkan secara ideal dalam konstitusi tersebut haruslah direalisasikan dengan konsisten. Misalnya saja pelaksanaan aturan-aturan tentang pemerintahan yang bersih dan berwibawa, adanya penerapan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) dalam pengambilan keputusan, aturan tentang penyalahgunaan kekuasaan atau bebas dari praktik-praktik korupsi dan lain-lainnya.
            Dari kilasan tersebut tentang tata aturan dalam konstitusi tersebut jika dikaji lebih dalam (radiks), maka akan terlihat bahwa sesungguhnya salah satu tujuan dari konstitusi adalah adanya pengaturan penyelenggaraan pemerintah yang layak dan baik dalam hal untuk menerapkan kebijakan-kebijakan baik dalam bidang hukum, politik maupun bidang lainnya.[6]
            Ide atau gagasan tentang penyelenggaraan kekuasaan yang baik, dari aspek historis, terdapat dua pendekatan, yaitu secara personal dan sistem. Secara personal telah di mulai pada masa Plato. Menurutnya, penyelenggaraan kekuasaan yang ideal dilakukan secara paternalistik, yakni para penguasa yang bijaksana haruslah menempatkan diri selaku ayah yang baik lagi arif yang dalam tindakannya terhadap anak-anaknya terpadulah kasih dan ketegasan demi kebahagiaan anak-anak itu sendiri. Dalam karya tulisnya yang ketiga; nomoi setelah dua karya tulisnya politeia dan politicos, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik.[7]
            Berdasarkan pendapat Plato ini, maka penyelenggaraan pemerintah yang didasarkan pada hukum merupakan salah satu alternatif yang baik dalam penyelenggaraan negara. HAN dapat dijadikan instrumen untuk terselenggaranya pemerintah yang baik. Penyelenggaraan pemerintah lebih nyata dalam HAN, karena disini akan terlihat konkret hubungan antara pemerintah dan masyarakat, kualitas dari hubungan pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat dijadikan ukuran apakah penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau belum. Di satu sisi HAN dapat dijadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengaturan, pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat, disisi lain HAN memuat aturan normatif tentang bagaimana pemerintah dijalankan, atau sebagaimana dikatakan Sjachran Basah, bahwa salah satu inti hakikat HAN adalah untuk memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya dan melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum.

Good Gevernance dalam Kaca Mata Hukum Administrasi Negara
            UU No. 5 Tahun 1986 dimana disebutkan bahwa administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang baik dipusat maupun di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) menurut UU No. 5 Tahun 1986 pasal 144 dapat disebut dengan UU Peradilan Administrasi Negara.
            Dalam arti luas, PTUN adalah peradilan yang menyangkut pajabat-pejabat dan instansi-instansi tata usaha negara baik yang bersifat Perkara Pidana, Perkara Perdata, Perkara Adat, maupun perkara-perkara administrasi negara murni.[8]
            Dalam arti sempit, Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi murni. Pengertian tata usaha murni adalah suatu perkara yang tidak mengandung Pelanggaran Hukum, melainkan suatu persengketaan yang berpangkal atau berkisar pada atau mengenai interprestasi dari suatu asal atau suatu ketentuan undang0undang dalam arti luas; hakim, jaksa dan pengacara serta masyarakat pada umumnya berpegang pada interprestasi yuridis, artinya pengertian yang tidak melawan hukum (interprestasi obyektifitas).
            Peran pejabat administrasi negara berpegang teguh pada interprestasi administratif (interprestasi obyektifitas) yang artinya suatu pengertian yang memungkinkan mereka menyelenggarakan atau merealisasikan pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan undang-undang (dalam arti luas), sehingga segala sesuatu yang dikehendaki oleh undang-undang itu terwujud.
            Administrasi negara memandang undang-undang itu sebagai Rumusan dari kehendak-kehendak negara yang wajib di penuhi atau direalisasikan oleh administrasi negara. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, administrasi negara dan administratornya relative berdasarkan undang-undang dan peraturan. Ciri ini memberikan warna legalitas dari Administrasi negara tersebut.[9]
            Ada beberapa asas yang bisa dijadikan patokan dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan patut. Menurut rangkuman Crince Le Roy dalam kuliahnya pada penataran lanjutan Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Tata Pemerintahan di Fakultas Hukum Unair 1978, Crince Le Roy mengemukakan 11 butir asas sebagai berikut;[10]
1.      Asas kepentingan hukum
2.      Asas keseimbangan
3.      Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
4.      Asas bertindak cermat
5.      Asas motivasi dalam setiap keputusan
6.      Asas larangan mencampur adukkan kewenangan
7.      Asas permainan yang layak
8.      Asas keadilan dan kewajaran
9.      Asas menanggapi penghargaan yang wajar
10.  Asas meniadakan akibat keputusan yang batal
11.  Asas perlindungan atas pandangan (cara) hidup pribadi
Kecuali tersebut diatas, Kuntjoro Purbopranoto menambahkan 2 asas lainnya yaitu;
1.      Asas kebijaksanaan
2.      Asas penyelenggaraan kepentingan umum
Dalam rangka menggali, menemukan dan merumuskan asas pemerintahan indonesia yang adil dan patut itu, kiranya asas tersebut dijadikan pedoman dan tolok ukur, sepanjang berkesesuaian dengan pancasila dan UU 1945, agama, hukum, adat dan hukum positif lainnya.
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dapat disebut juga sebagai asas, karena AAUPB tersebut mengandung dua unsur penting, yakni, pertama asas tersebut mengandung asas yang sifatnya etis normatif, maksudnya adalah AAUPB tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk melingkupi suatu sifat penting yang mengandung berbagai pengertian hukum. Asas-asas normatif etis ini merupakan asas yang mengatur kadar etis di dalam hukum administrasi dalam penyelenggaraan pemerintah. AAUPB bersifat petunjuk untuk menjelaskan terhadap sejumlah peraturan hukum, seperti motivasi. Kedua, asas-asas tersebut mengandung asas yang sifatnya menjelaskan.
Konsep Negara Hukum dan Demokrasi
            Terdapat korelasi yang jelas antara Negara hukum, yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Korelasi ini tampak dari kemunculan istilah demokrasi konstitusional, sebagaimana disebutkan dalam teori konstitusi. Dalam sistem demokrasi, partisispasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini. Dengan kata lain, negara hukum harus bertopang dengan sistem demokrasi. Demokrasi tanpa penaturan hukum akan kehilangan bentuk arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna.
            Dalam abad ke-20 gagasan demokrasi selalu dikaitkan dengan istilah konstitusi, sehingga lahir istilah demokrasi konstitusional. Gagasan dasar demokrasi konstitusional adalah terwujudnya cita-cita pemerintahan yang terbatas kekuasaannya (limited governance), terdapatnya beberapa larangan pemerintahan bertindak sewenang-wenang (abus de drait atau willikeur), terjaminnya hal-hak asasi manusia dan dihindari terpusatnya kekuasaan pada satu tangan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang (detaournament de pouvair).[11]
            Sedangkan konsep negara hukum, yakni berprinsip bahwa negara berdasarkan atas hukum pada hakekatnya adalah suatu “negara hukum”.
            Negara hukum adalah negara berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala  kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal yang demikian akan tercerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya.[12]
            Pengertian lain negara hukum secara umum ialah bahwasanya kekuasaan negara dibatasi oleh hukum dalam arti bahwa segala sikap, tingkah laku dan perbuatan baik dilakukan oleh para penguasa atau aparatur negara maupun dilakukan oleh para warga negara harus berdasarkan atas hukum.
             Sekilas  apa yang dipaparkan tersebut mengindikasikan bahwa konsep atau ide Negara hukum dan demokrasi merupakan sebuah ide yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, untuk menjamin adanya stabilitas negaranya. Dengan kata lain kedua konsep ini merupakan konsep yang mengatur tentang bagaimana sesungguhnya negara itu dikelola dalam sebuah Negara sesuai dengan jiwa-jiwa humanis, tanpa ada yang dirugikan. Dalam hal ini baik dari pihak penguasa maupun pihak yang dikuasai. Sehingga dalam hal ini juga kesewenang-wenangan pemerintahan terhadap rakyatnya akan dibatasi. Sekali lagi bahwa konsep negara hukum yang mempunyai ciri pokok antara lain adanya; (1) pengaturan tentang prinsip-prinsip HAM, (2) adanya pengaturan tentang organisasi negara, dan adanya peradilan administrasi yang bebas.
Tujuan Negara Hukum
            Negara berdasarkan atas hukum pada hakekatnya adalah suatu Negara Hukum. Akan tetapi apakah yang dimaksud dengan Negara Hukum. Sangat penting untuk diselidiki arti dan makna dari istilah negara hukum, sehingga akan di peroleh pengertian yang jelas dalam pemakaian berikutnya.
            Selanjutnya apa tujuan dari negara hukum itu sendiri, untuk hal ini penulis sedikit mengemukakan analisis atau pendapat Immanuel Kant (1724-1804).
            Menurutnya dalam sebuah teorinya “negara hukum”, bahwa tujuan negara adalah menegakkan hak-hak kebebasan-kebebasan warganya.[13]
            Untuk mencapai jaminan atas hak-hak dan kebebasan (kemerdekaan) individu itu sebagai sistem “trias politica” maka harus diadakan pemisahan kekuasaan, yang oleh Kant disebutkan sebagai potestas legislatora, rectoria et judiciare, dimana satu dan yang lainnya harus seimbang.
            Namun, dalam realitasnya, mungkin selamanya tidak akan ditemui negara yang memang benar-benar negara hukum atau benar-benar negara kekuasaan. Sungguhpun demikian, sangatlah mungkin salah satu dari konsep atau kecenderungan itu memainkan posisi yang paling dominan. Hal ini sangat tergantung pada beberapa faktor, diantaranya: (a) faktor budaya hukum dan politik yang menopongnya; (b) faktor perimbanga kekuatan pengaruh antara kedua kekuatan yang mendukung salah satu gagasan itu; dan (c) faktor tekanan dari dunia Internasional. Tiga faktor ini sangat penting untuk mengetahui prospek dari realisasi gagasan negara hukum dimasa depan.
            Secara normatif dan ideal konstitusional Indonesia adalah negara hukum yang berasaskan kedaulatan rakyat, namun Implementasinya dalam praktek, baik pada masa kini maupun masa depan, tergantung pada budaya hukum dan politik yang berkembang didalam masyarakat.
            Telah lazimnya diketahui pada masa sekarang, jaringan kekuasaan dengan kuatnya sehingga kebebasan Individu tinggal sedikit. Negara hukum kemudian berubah makna menjadi negara perizinan. Untuk melakukan sesuatu, orang harus mengisi formulir permohonan izin dari penguasa. Bahkan, untuk membuktikan bahwa seseorang itu Berkelakuan baik, ia harus mengisi beberapa formulir melalui beberapa Instansi, walaupun dalam kenyataannya ia tidak terlibat dalam suatu tindakan kriminal yang sedang diproses.
            Berkenaan dengan asas kebebasan bertindak oleh penyelenggara negara itu, ada baiknya merenungi dalil lama Lord Acton bahwa “kekuasaan itu cenderung korup”. Kekuasaan yang terlalu besar membuka peluang bagi penyalahgunaan secara lebih besar lagi. Karena itu, adanya kontrol yang kuat dari rakyat untuk memaksa penyelenggara negara agar tetap berada pada jalur hukum merupakan salah satu cara menegakkan hukum. Namun realitas yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia ialah, kekuasaan itu sendiri cenderung dengan politik. Rekayasa politik, baik melalui undang-undang maupun melalui kekuasaan, telah berkembang sedemikian rupa sehingga kekuatan hukum yang mampu melakukan kontrol itu menjadi lemah. Politik pada umumnya ada beberapa arti seperti; (1) kebijakan; (2) seni memenej kekuasaan; (3) cara, akal dan taktik. Intinya adalah mempengaruhi orang lain agar dapat bertingkah laku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhinya, yakni yang mempunyai kekuasaan, maka perlunya kontrol dari kekuasaan tersebut dengan di bentuknya Hukum. Hukum tersebut merupakan hasil dari kesepakatan politik yang bertujuan mengontrol kekuasaan tersebut dan membatasinya. Namun kenyataannya sekarang hukum lah yang di kontrol oleh politik itu sendiri dan jauh dari apa yang di harapkan.
            Untuk itu, yang diharapkan sekali adalah adanya kontrol masyarakat terhadap kekuasaan harus lebih tegas lagi. Karena kepada para profesional di bidang hukum, aktivis LSM, dosen, dan Mahasiswa harus memposisikan diri sebagai agen dalam mengimbangi dari kekuasaan yang cenderung sewenang-wenang tersebut. Tanpa kehadiran kelompok ini pada masa depan, ditengah semakin lemahnya peranan partai-partai politik untuk melakukan reformasi melalui saluran-saluran legislatif sebagai implikasi.[14]

Kesimpulan
            Oleh karenanya, maka demi tegaknya hukum dan demi terlaksananya cita-cita negara hukum dan demokrasi yang selaras dengan tujuan negara kita, maka dalam praktek penyelenggaraan negara, ketentuan-ketentuan hukum harus dihormati, harus ditegakkan oleh pemerintah atau penyelenggara negara.
            Para legislator adalah pihak pertama yang wajib memberi keteladanan dalam mentaati hukum.



[1]  Tulisan ini penulis pilih dari beberapa referensi tulisan yang di berikan dosen pengampu mata
    kuliah Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Tahun 2012
[2]  Mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2011, peserta didik Mata Kuliah Hukum Administrasi
    Negara Rombel 02
[3]  Abdul Aziz Hakim,  Negara Hukum dan  Demokrasi di Indonesia. ctk. I. Pustaka Pelajar;
    Yogyakarta, 2011,  hal. 106
[4]  SF.Marbun. Akuntabilitas Putusan Akbar Tanjung oleh Mahkamah Agung, Keterbukaan
    Keterukuran Sanksi, ctk.Pertama, UII Press Yogyakarta, 2004, hal.545.
[5]   Ibid., hal.545
[6]   Abdul Aziz Hakim,  Negara Hukum dan  Demokrasi di Indonesia. ctk. I. Pustaka Pelajar;
    Yogyakarta, 2011,  hal. 108
[7]  Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, ctk. Pertama, UII Press, Yogyakarta,2002, hal.2
[8]   Vicor Situmorang dan Soedibyo, Pokok-pokok Peradilan Tata Usaha Negara, ctk. Kedua, PT
     Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal. 16
[9]   Mifta Thoha, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, ctk. Kelima, PT Raja Grafindo
    Persada, Jakarta, 1992, hal. 44
[10] SF. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, op. cit., hal. 284
[11]   S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, UII Press,
      Yogyakarta, 2003, hal. 149
[12]   Didi Nazmi Yunas, Konsepsi Negara Hukum, Padang, Angkasa Raya Padang, 1992, hal. 20
[13]   M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung, Mandar Maju, 1989, hal.49
[14]   Abdul Aziz Hakim,  Negara Hukum dan  Demokrasi di Indonesia. ctk. I. Pustaka Pelajar;
      Yogyakarta, 2011,  hal. 26

Senin, 18 Maret 2013

About Me

Assalamu’alaikum warohmatullohiwabarokatuh
Perkenalkan, nama saya Muhammad Ichsan Nugroho Wibawanto. Temen temen sih pada manggil aku Ihsan. Saya lahir di Klaten pada tanggal 21 Juli 1992, Saya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang angkatan 2011. Saya Asli Jogja, jogjanya di Seturan, di condong catur juga ada tepatnya Perum MBS No. 30 Condong Catur, Sleman, Yogyakarta. (deket Amikom & UII). namun karena saya menghabiskan masa SMA saya di Kebumen, saat kuliah ketika di tanya “dari mana” mau nggak mau ya wajib jawab Kebumen. ^_^ hehe
Semenjak kecil, saya dan keluarga tuh tinggal di Kepulauan Riau. Tepatnya tuh di Pulau Sambu, Indragiri Hilir Riau. Di sanalah saya menghabiskan masa study saya hingga SMP. Dan masih ingat betul dalam pikiran saya waktu itu ketika Pindahan, haduuhh..., 07 Agustus 2007, bertepatan dengan ulang tahun salah seorang sahabat yang tidak bisa hadir malah harinya karena udah dapet undanga, maafkan aku kawan. Huhuhu.., waktu itu sungguh perpisahan yang mengaharukan, karena memang ketika itu saat pelajaran sedang berlangsung di sekolah, SMP Dwipa Abadi nama sekolah ku. Mungkin itu perpisahaan paling mengharukan selama hidup saya dengan kawan-kawan di sana. -_- kangen kalian
Sekarang ku tahu, kalian sudah luar biasa sekali ya, terlebih yang melanjutkan pendidikannya yang menyebar di seluruh sumatra. Meskipun sebagian banyak juga yang memilih untuk bekerja.
Semoga kelak kita bertemu kembali ya kawan-kawan ku.
^_^
Alhamdulillah, saat ini juga saya dipertemukan dengan orang-orang yang tak kalah luar biasanya ya dalam perkuliahan ini. Apalagi ketika menginjakkan kaki ini dalam dakwah bersama mereka. Haduuhh.., apaan lagi tu -_-.
Ya dakwah sih, gitu katanya untuk para kader-kadernya.
Semoga ini menjadi langkah awal memperbaiki diri dan mendekatkan diri juga pada sang Pencipta.
Bismillah..