DAI

Sahabat adalah mereka yang bisa melihat kamu terluka dari matamu, ketika orang percaya dengan senyum diwajahmu

Runner Up, Call For Essay

Ekonomi Bebas Korupsi (EBK), Konferensi Nasional BEM FEB UGM Tahun 2013

Muncak Gunung Merbabu Bersama KAP Crew 2013

Muncak bersama KAP Crew 2013 di akhir kepengurusan

Punggawa KIFH 2013

Berprestasi dan Berkontribusi

Dieng (Negeri Atas Awan)

Adem benerrr, brrrrrr

Sabtu, 21 Desember 2013

SELALU ADA CELAH; Refleksi Penegakan Hukum di Indonesia

Bicara proses hukum, pasti tidak sedikit diantara kita yang beranggapan bahwa terkait masalah hukum adalah hal yang melelahkan. Terlebih bagi kalangan masyarakat awam, berurusan dengan penegak hukum/terkait masalah hukum merupakan momok yang begitu mengerikan dan menguras tenaga, fikiran waktu, tak jarang pula menguras uang. Mau tidak mau hal ini memang harus di akui oleh kita semua, bahwa mulai dari tahapan Penyidikan, Penuntutan, Peradilan hingga Pemidanaan sangat berpotensi terjadinya kesewenang-wenangan yang merugikan orang atau badan hukum sebagai subyek hukum.

Kenapa demikian, ini tak lain disebabkan banyaknya celah  hukum yang dapat setiap waktu dimanfaatkan oleh oknum penegak hukum. Dan itu, MUNGKIN SAJA akibat tidak sempurnnya hukum formil yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Alhasil penyidik yang moral serta integritas pengabdiannya pada Negara lemah, cenderung mudah untuk berperilaku subyektif bahkan sewenang-wenang dan akibatnya tujuan dan cita-cita supremasi hukum malah mencederai RASA KEADILAN MASYARAKAT pada semua tingkatan.

Salah satu Contoh kasus yang baru-baru ini terjadi pada salah satu hakim di lembaga yang disebut sebagai The Guardian of The Constitution, Akil Mochtar. Seperti yang terlansir di http://www.kpk.go.id, Akil diduga menerima suap dua sengketa Pilkada, yakni Pilkada Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak Banten. Menurut Ketua KPK Abraham Samad, di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (3/10) “Dari hasil ekspose telah disimpulkan bahwa telah ditemukan bukti awal yang cukup tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu malam,”.

Abraham menjelaskan, untuk dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah, Akil ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan tiga orang lainnya. Mereka yakni CHN yang diketahui adalah Chairun Nisa selaku anggota DPR asal Partai Golkar, CN atau Cornelis Nalau yang dikenal sebagai pengusaha, dan HB alias Hambit Binti selaku Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Dan hal ini pun menjadi daftar panjang krisis Penegakan hukum yang kurang mengikat di negeri ini. Apalagi telah merambah ke institusi tertinggi yang diyakini sebagai benteng terakhir penegak keadilan dan kebenaran. Harus kemana lagi warga Negara mencari keadilan??? Haruskah Negara Republik Indonesia yang kita banggakan ini terpuruk dalam supresi hukum yang berkeadilan?? Jika para pengambil kebijakan (baca: MK) nya sudah seperti ini. Apa sebenarnya yang salah dinegeri ini, manusianya? Sistem pemerintahannya? Atau hukumnya?

Saya rasa semuanya saling berkaitan satu sama lain, tinggal bagaimana memperbaiki dari hal yang fundamental itu agar tidak ada celah-celah untuk seseorang melakukan perbuatan menyimpang tersebut. Namun, tak akan ada artinya jika itu semua telah di lakukan jika manusianya tak mengerti dan di tanamkan nilai-nilai moralnya.

Yang terjadi saat ini, belum sepenuhnya sempurna. Meski hukum Tuhanlah yang paling sempurna, paling tidak menyempurnakan hukum positif negeri ini sangat WAJIB diperlukan demi terciptanya hukum yang benar-benar di harapkan masyarakat.

Selain berbicara Hukum Formil dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatas pun tak lepas kaitannya dengan hukum Materiil dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam penegakannya di Indonesia.

Banyak sebenarnya yang menjadi pokok permasalahan dalam hukum positif (KUHP) ini, sebagai salah satu contoh dalam hal perzinaan yang diatur dalam pasal 284 ayat 1 KUHP yang isinya sebagai berikut;

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: 1. (a) Laki-laki yang beristri, berbuat zina, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu bersuami; (b) Perempuan yang bersuami berbuat zina; 2. (a) Laki-laki yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu bersuami; (b) Perempuan yang tiada bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya, bahwa kawannya itu beristri dan Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku pada kawannya itu.

Berdasarkan Pasal 284 ayat (1) KUHP, seseorang tidak bisa dikenakan tindak pidana perzinaan bila dilakukan oleh seorang laki-laki lajang dengan perempuan yang juga lajang (dilakukan atas dasar suka sama suka). KUHP hanya mendefinisikan zina adalah perbuatan persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya.

Pasal ini melegalkan apabila seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang belum menikah untuk berbuat zina. Pasalnya yang dapat dijerat dengan pasal ini ialah orang yang sudah menikah saja, sedangkan untuk orang yang belum menikah tidak dapat dikenakan pasal ini. maka jangan heran kalau di negara ini sangat banyak muda-mudi yang melakukan seks bebas dengan sesuka hatinya

Hukum nasional yang ada sekarang merupakan gabungan tiga jenis hukum yaitu hukum islam, hukum adat, dan hukum barat. Ketiga hukum ini lah yang menjadi pilar dalam hukum nasional bangsa ini. Tentu saja banyak terdapat perbedaan yang dominan dari ketiga hukum ini salah satunya adalah mengenai defenisi dari zina menurut hukum barat (KUHP), dengan hukum islam dan hukum adat.

Terkait masalah zina, ada perbedaan yang sangat mendasar antara definisi zina dalam Hukum Positif (KUHP) dengan definisi yang berlaku di masyarakat. Pandangan inilah yang seharusnya diubah dalam kebijakan hukum pidana dalam tindak pidana zina, Walaupun konsep rancangan perubahan KUHP sudah rampung namun, belum disahkan toh kita bisa menggunakan asas legalitas materiil yang memungkinkan seorang hakim hanya mendasarkan hukum yang tertulis saja tetapi hukum yang hidup dimasyarakat dapat digunakan menjadi dasar sember hukum.

Dan masih banyak hal yang menjadi celah dalam pengaturan hukum saat ini yang harus di benahi, karena hukum selalu punya celah. Sebenarnya yang bisa menutupnya adalah keadilan dari para penjaganya. Tripartit penegak hukum seharusnya menjaga pagarnya, bukan malah bertindak bak “pagar makan tanaman”. Sayangnya, seringkali inilah yang kerap terjadi. Apalagi ditambah pengacara atau pihak pembela yang pasti berusaha memanfaatkan celah itu demi keuntungan kliennya. Lengkaplah sudah derita hukum Indonesia diobok-obok empat pihak yang seharusnya justru menjunjung tinggi prinsip “Fiat Justitia, Ruat Caelum” itu.

Inilah sebenarnya persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini, pada era ini, dalam keadaan tertentu menjadi dilema yang akan mengancam terjadinya pemerkosaan terhadap hak masyarakat dalam menjalani tahapan proses hukum dinegeri ini. Namun semuanya bergantung pada moralitas dan integritas serta pendalaman sekaligus penjiwaan para penegak hukum akan fungsi PELINDUNG, PENGAYOM, PELAYAN MASYARAKAT. Pertanyaannya sadarkah mereka akan hal itu?? HANYA DIA DAN TUHANNYA YANG TAU. Tapi percayalah bahwa setiap apa yang dilakukan didunia akan dimintai pertanggung jawaban kelak. Bahkan pemimpin yang membiarkan peraturan/Undang-undang yang mengakibatkan terjadinya penindasan dan kesewenang-wenangan pada rakyatnya/ummat pun takkan luput dari beban pertanggungjawaban.
Wallau’alam bisawab…

by Muhammad Ichsan Nugroho
Sumber;
http://kammiunnes.wordpress.com/2013/10/13/selalu-ada-celah-refleksi-penegakan-hukum-di-indonesia/

Sabtu, 13 Juli 2013

Kenapa harus ada cinta?

Cinta itu seperti art yg indah dan agung,
berbahagialah yg pernah mendapatkannya meskipun tidak abadi

Cinta tidak membuat dunia berputar
Cinta inilah yang membuat perjalanan tersebut berharga

Cinta tidak berupa tatapan satu sama lain,
tetapi memandang ke luar bersama ke arah yang sama.

Bel bukanlah bel sebelum engkau membunyikannya
Lagu bukanlah lagu sebelum engkau menyanyikannya
Cinta di dalam hatimu tidak diletakkan untuk tinggal di sana

Cinta bukanlah cinta sebelum engkau memberikannya
Nafsu adalah emosi
Cinta adalah pilihan
Cara untuk mencintai sesuatu adalah dengan menyadari
Bahwa sesuatu itu mungkin hilang

Cinta adalah kunci induk yang membuka Gerbang kebahagiaan
Kekasih yang bijaksana tidak menghargai hadiah dari kekasihnya
Sebesar cinta dari si pemberi

Jika anda ingin dicinta, mencintalah
dan jadilah orang yang pantas dicinta

Di antara mereka yang saya sukai atau kagumi,
saya tidak dapat menemukan suatu kesamaan
Tetapi di antara mereka yang saya kasihi,
saya dapat menemukannya: mereka semua membuat saya tertawa

Persahabatan sering berakhir dengan cinta
Tetapi cinta kadang berakhir BUKAN dengan persahabatan

Kita harus sedikit menyerupai satu sama lain
untuk mengerti satu sama lain
Tetapi kita harus sedikit berbeda
Untuk mencintai satu sama lain

Cinta yang belum matang berkata:
"Aku cinta kamu karena aku butuh kamu"
Cinta yang sudah matang berkata:
"Aku butuh kamu karena aku cinta kamu"

Cinta memasukkan kesenangan dalam kebersamaan
kesedihan dalam perpisahan harapan pada hari esok kegembiraan di dalam hati

Siapa pun yang mempunyai hati penuh cinta selalu mempunyai sesuatu untuk diberikan
Cinta sejati dimulai ketika tidak sesuatu pun diharapkan sebagai balasan

Segera sesudah kita belajar mencinta
Kita akan belajar untuk hidup

Cinta...
Jika anda memilikinya, anda tidak memerlukan sesuatu pun yang lain
Dan jika anda tidak memilikinya,apa pun yang lain yang anda miliki tidak banyak berarti

Cinta tidak dapat dipaksakan
Cinta tidak dapat dibujuk dan digoda
Cinta muncul dari Surga tanpa topeng dan tanpa dicari

Cobalah bernalar tentang cinta dan engkau pun
akan kehilangan nalarmu

Jumat, 24 Mei 2013

Resensi Buku: Inilah Politikku

Judul Buku : Inilah Politikku
Penulis : Muhammad Elvandi, 2010

"Sistem adalah jasad sedang ruhnya adalah referensi dan tujuan. Sistem bisa apa pun, tetapi referensi tetaplah islam, tujuannya tidak bisa tidak, harus Islam. Sistem mungkin berbeda setiap zaman, namun tujuan tetap Islam"

Kegamangan umat islam tentang politik selalu menjadi diskusi laris. Adakah politik islam? Bagaimana sistem politik Islam? menjadi pertanyaan yang menimbulkan semangat maupun sikap skeptis umat islam itu sendiri.

Politik secara harfiah diartikan sebagai as-siyasah dalam bahasa Arab yang artinya mengelola, mengatur, memerintah, dan melarang sesuatu. Secara definisi berarti prinsip-prinsip dan seni mengelola persoalan publik, atau seperti yang disebutkan oleh Yusuf Qaradhawi yang dinukil dari kamus Al-Kamil bahwa politik adalah semua yang berhubungan dengan pemerintahan dan pengelolaan masyarakat madani.

Istilah politik dalam Al-qur'an tidak akan pernah ditemui namun apa yang kemudian dapat dipahami dari surat An-Nisa:54, Al-Hajj: 41, dan An-Nisa:58 tentang makna kerajaan, kedudukan, hukum, dan keadilan? adakah kata lain yang lebih tepat untuk mewakili seluruh makna tersebut selain politik?. Makna tersebut dapat bersanding dengan Islam karena politik Islam berarti adanya standar syariah yaitu semua aktivitas politik Islam yang memenuhi makna membuat manusia lebih dekat kepada kebaikan dan lebih jauh dari kerusakan. Lalu, dalam bentuk apa Islam harus diejawantahkan? Bentuk adalah sistem (ad-nidzam), sedangkan ruhnya adalah referensi (al-mashadir) dan tujuannya (al-maqashid). Sistem mungkin berubah tetapi referensi dan tujuan tidak bisa tidak, haruslah Islam.

Menilik referensi terpercaya adalah perjalanan Rasulullah SAW. Rasulullah membutuhkan sebuah sarana besar untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah pilihan yang mampu mengelola seluruh detail kehidupan manusia. Rasulullah membutuhkan institusi untuk mengakomodasi persatuan umat Islam, keutuhan daerah umat Islam, dan memastikan agar syariat memimpin satuan terkecil kehidupan masyarakat yaitu negara. Dalam membangun institusi tersebut Rasulullah membangun pilar-pilarnya yaitu unsur negara pertama: 1. Mencetak manusia baru, dimana Rasulullah menjadi pembina terbaik bagi pada manusia-manusia dan prajurit Allah terlincah. 13 tahun pembinaan periode mekkah menitikberatkan kekuatan aqidah dan iman sehingga menghasilkan kader-kader yang siap meninggikan bendera islam. 2. Hijrah, hijrah mekkah ke madinah merupakan menolong dan melindungi aqidah serta hak-hak orang yang lemah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. 3. Membentuk masyarakat baru, dimana pembangunan bermula dari pembangunan infrastruktur negara dan simbol pertama pusat peradaban mereka, yaitu masjid, dari sanalah kegiatan negara tumbuh. 4. Kekuatan politik yang digambarkan oleh piagam Madinah. Keempat pilar tersebut yang akhirnya membuat tegak seluruh unsur negara Islam.

Bukti sejarah yang menguatkan adalah perjalanan khulafaur rasyidin dan bani-bani setelanya. Bagaimana prinsip syura tetap dikedepankan meskipun dalam perbedaan sistem dan bagaimana kekohonan iman dapat memperluas ekspansi Islam mencapai Andalusia hingga Romawi Timur di zaman bani Umawiyah, Abbasiyah, dan berakhir di ujung kekhalifahan Ustmaniyyah. Runtuhnya peradaban Islam bukan karena pembangunan melemah atau simbol bangunan Islam yang hancur terlebih karena rusaknya pribadi-pribadi muslim itu sendiri. Ada penyebab-penyebab utama kemunduran bani Ustmaniyyah yaitu:
1. Biasnya loyalias terhadap ulama Islam.
2. Menyempitnya pemahaman ibadah.
3. Pintu-pintu ijtihad tertutup rapat.
4. Perselisihan dan perpecahan

Inilah Langkah Politikku
Referensi sudah didapat maka inilah waktunya bagi para negarawan muslim untuk menentukan langkah politiknya. Dimulai dari diri sendiri yang perlu memperkaya diri dengan ilmu, penghayatan, dan amal. dalam konteks politik Islam, tiga pemahan yang harus dibangun adalah pemahaman tentang Islam, pemahaman tentang langkah peradaban, dan pemahaman tentang sistem politik Islam.

Pemahaman mendasar adalah tentang Islam itu sendiri, dimana Islam melandasi seluruh sendi kehidupan yaitu akidah dan ibadah, negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, kebudayaan dan perundang-undangan, ilmu dan kehakiman, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta militer dan pemikiran.

Setelah memahami Islam secara keseluruhan, beranjak ke pemahaman peradaban. Berdasarkan langkah perjuangan Rasulullah dapat disimpulkan ada 7 tahapan perjuangan Islam:
1. Memperbaiki Individu
2. Membangun Keluarga Muslim
3. Membimbing masyarakat
4. Memperbaiki pemerintahan dan membangun negara yang islami
5. Mengembalikan Khilafah
6. Mrealisasikan kepemimpinan Islam
7. Medeklarasikan Islam sebagai Guru Peradaban Alam Semesta.

Ketujuh tahap itu berada pada orbit-orbit perjuangan dimana memperbaiki individu dan keluarga atau pengokohan internal ada dalam mihwar tanzhimi. Berkembangnya pergaulan ke dalam unsur masyarkat membuka orbit mihwar sya'bi. Orbit perjuangan yang meningkat menjadi orbit institusional adalh mihwar muassasi. Terakhir di tingkat adalah orbit negara atau mihwar dauli.

Kamis, 23 Mei 2013

Gerakan Indonesia Pintar (GITar); "Pentingnya Pendidikan Bagi Generasi Penerus Bangsa"

Ada yang mengatakan bahwa generasi adalah masa depan bangsa, generasi adalah pilar-pilar bangsa dan generasi merupakan teropong masa depan bangsa. Olehnya itu perbaikilah genarasi dan InsyaAllah bangsa itu akan maju, kemajuan suatu negara tergantung pada generasinya, kita lihat negara kita sekarang yang dalam segala bidang mengalami kekurangan, generasi pemerintah kita adalah generasi yang buruk, akibatnya rakyat  semakin melarat karena kasus korupsi yang semakin sering terjadi dan dilakukan oleh kalangan-kalangan atas negeri ini. Semua itu perlu kita benahi dengan pendidikan yang lebih baik terhadap generasi penerus bangsa, pemerintah telah menciptakan suatu program berlabel “pendidikan karakter” itu semua diharapkan agar lahir generasi yang benar-benar berkarakter  sehingga mampu menjadi tiang yang kokoh bagi masa depan bangsa dan menjadi generasi yang memajukan bangsa.

Untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik, semua pihak perlu bekerjasama mulai dari pihak pemerintah, sekolah, keluarga dan lingkungan sekitar, pihak pemerintah perlu menyediakan fasilitas pendidikan yang lebih memadai dari segi sarana dan prasarana, pihak sekolah perlu meningkatkan sistem pembelajaran kepada siswanya, orang tua perlu memotivasi anaknya dan anak itu sendiri harus mampu belajar sungguh-sungguh agar kelak tidak hanya menjadi generasi penerus tetapi juga menjadi generasi pelurus yang memajukan bangsa.

Kita semua menginginkan kemajuan bangsa olehnya itu kita harus mulai dari yang dasar atau akar-akarnya yaitu menciptakan generasi yang berpendidikan lebih baik, artinya kita mnciptakan pelajar yang berilmu bukan pelajar yang pintar tapi jadi penerus yang korupsi. Artinya perlu ada pembinaan dari segi pengetahuan umum dan Akhlaknya.

Oleh karena nya, sebagai bentuk keprihatinan serta pengabdian pada negeri ini kami membentuk sebuah Gerakan yang mana gerakan ini berorientasi pada sebuah pengabdian kami pada masyarakat dalam komunitas IMUn (Intelektual Muda Unnes) menggagas sebuah Ide besar dalam pengabdiannya yang di beri nama GITar (Gerakan Indonesia Pintar)

Ini saat nya, ikut berperan dan tunjukkan bahwa kita mampu membangun indonesia lebih baik melaluiPendidikan! karena Pendidikan adalah suatu modal penting dalam hidup manusia apalagi generasi bangsa, dengan pendidikan yang cukup, wawasan, pengetahuan yang luas akan mampu menyiapkan generasi muda yang berkualitas yang mampu membangun bangsa dan negara ini lebih baik.

Dukung perjuangan kami demi kemajuan generasi penerus bangsa yang bermoral dan berkualitas.
dan bergabunglah bersama kami membangun negeri dalam GERAKAN INDONESIA PINTAR (GITAR)

Informasi Pendaftaran:
hub: 0856 4002 0992

follow: @gitarmuda

pendaftaran kunjungi laman
http://gitarunnes.blogspot.com/2013/05/open-recruitment-pengajar.html

Rabu, 22 Mei 2013

IMUn "Mencari" Pengajar GITar (Gerakan Indonesia Pintar)

Seriusnya anak-anak Komunitas Intelektual Muda Unnes (IMUn) untuk mengabdi pada negeri sudah terlihat sejak open recruitment pengajar di agenda GITar mereka. Pada hari ini, Rabu (22/5) mereka mengagendakan untuk terjun langsung membagikan lieflet dan membuka stand konsultasi tentang GITar, salah satu agenda yang menitik beratkan pada pendampingan dan pembinaan anak-anak usia Sekolah Dasar itu.

Acara terjun langsung ini di lakukan agar masyarakat unnes lebih thu dan kenal siapa mereka (IMUn.red), serta seperti apa agenda GITar yang merupakan kependekan dari Gerakan Indonesia Pintar itu. " GITar adalah satu wadah buat anak-anak Unnes maupun univ lainnya untuk bisa mengabdi secara nyata pada masyarakat, tanpa harus menunggu mereka lulus dulu. Mendidik anak-anak SD agar tertanam nilai-nilai luhur pada dirinya" ucap Alfa Bayu Sanjaya, yang juga menjadi salah satu pegiat kemunitas ini. Ketika ditanya tentang bentuk dari kegiatan GITar, ia menerangkan bahwa GITar akan jadi acara yang menarik, karena pendidikan ditekankan malalui bercerita dan permainan-permainan sarat makna. "Isinya menanamkan nilai, itu saja. Tetapi lewat bercerita, bukan dengan nasehat-nasehat kaku seperti biasa. Bisa juga nanti kita nonton film bareng atau maen-maen sama anak-anak." lanjutnya.

Acara Pembagian lieflet dan konsultasi soal IMUn dan GITar ini rencananya akan dilaksankan di Simpang tujuh unnes mulai pukul 16.00 WIB. Acara yang bertujuan untuk mempromosika acara GITar ini memang terkesan unik, karna selain bagi-bagi pamflet, direncanakan ada "konser" kecil-kecilan untuk mengingatkan masyarakat tentang Pedidikan Indonesia yang masih rendah dan perlu segera bangkit. (alf)


Segera Daftar kan Dirimu !

Kami Tunggu Kiprahmu

karena perjalanan ini masih teramat jauh kawan, maka mari kita mulai dengan  langkah pertama


Info lebih lengkap: 
Follow Twitter @gitarunnes


Sepenggal KISAH "Dalam Dekapan Ukhuwah" Pemuda & Seorang Ibu

Persaudaraan adalah mu’jizat, wadah yang saling berikatan
Dengannya Allah persatukan hati-hati berserakan
Saling bersaudara, saling merendah lagi memahami
-Sayyid Quthb-


DI PERJALANAN, pemuda itu terbiasa menyapa dan mengajak bicara siapa saja yang berdiri didekatnya ataupun duduk disebelahnya. Setelah itu tergantung lawan bicara; jika mereka merasa nyaman, dia akan mengerahkan kemampuannya berakrab-akrab. Dia akan hanyut bersama mereka dalam perbincangan mengasyikkan. Tapi jika disapa terlihat merasa terganggu, dia akan kembali mengakrabi buku yang telah dia siapkan. Sebelum meletakkan bagasi diruang penyimpanan atas, dia tak pernah lupa membuka tas punggungnya, mengeluarkan sebuah buku dan melemparnya ke kursi. Setelah itu duduk.

Hari itu, yang duduk disampingnya dalam penerbangan Jakarta-Singapura tampak tak biasa. Seorang ibu, sudah cukup sepuh dengan keriput diwajah mulai menggayut. Kerudung kusut. Sandalnya jepit sederhana. Dalam pandangan si pemuda, beliau tampak agak udik. Tenaga kerjakah? Setua ini?

Tetapi begitu si pemuda menyapa, si ibu tersenyum padanya. Dan tampaklah raut muka yang sumringah dan merdeka. Sekilas, garis-garis ketentuan diwajahnya menjelma menjadi semburat cahaya kebijaksanaan. Si pemuda takjub.

“Ibu hendak kemana?” tanyanya sambil tersenyum ta’zhim.
“Singapura Nak,” senyum sang ibu bersahaja.
“Akan bekerja atau...?”
“Bukan Nak. Anak ibu yang nomor dua bekerja disana. Ini mau menengok cucu. Kebetulan menantu ibu baru saja melahirkan putra kedua mereka.”

Si pemuda sudah merasa tak enak atas pertanyaannya barusan. Kini dia mencoba lebih hati-hati.
“Oh, putra ibu sudah lama bekerja disana?”
“Alhamdulillah, lumayan. Sekarang katanya sudah jadi Permanent Resident begitu. Ibu juga nggak ngerti apa maksudnya, hehe... yang jelas disana jadi Arsitek. Tukang gambar gedung.”

Si pemuda tertegun. Arsitek? PR di Singapura? Hebat.
“Oh iya ptra ibu ada berapa?”
“Alhamdulillah Nak, ada empat. Yang di sangapura ini nomor dua. Yang nomor tiga sudah tugas jadi Dokter Bedah di Jakarta. Yang nomor 4 sedang ambil S2 di Jerman. Dia dapet beasiswa.”

“MasyaAllaoh luar biasa. Alangkah bahagianya menjadi ibu yang berhasil mendidik mereka.” Si pemuda mengerjap mata dan mendecakan lidah.

Si ibu mengangguk-ngangguk dan berulang kali berucap “Alhamdulillah.” Lirih. Matanya berkaca-kaca.

“Oh iya, maaf bu.., bagaimana dengan putra ibu yang pertama?”

Si ibu menundukkan kepala. Sejenak tanggannya memainkan sabuk pengamannya yang terpasang di pinggang. Lalu dia tatap lekat-lekat si pemuda. “Dia tinggal di kampung nak, bersama dengan Ibu. Dia bertani. Meneruskan menggarap secuil sawah peninggalan bapaknya.” Si ibu terdiam. Beliau menghela nafas panjang, menegakkan kepala. Tapi kemudian menggeleng, menerawang ke arah jendela sambil mengulum senyum yang entah apa artinya. Si pemuda menyesal telah bertanya. Betul-betul menyesal. Dia ikut prihatin.

“Maaf bu kalau pertanyaan saya menyinggung ibu. Ibu mungkin jadi sedih karena tidak bisa membanggakan putra pertama ibu sebagaimana putra-putra ibu yang lainnya.”

“Oh tidak nak, bukan begitu!” si ibu cepat-cepat menatap tajam namun lembut pada si pemuda. “ibu justru sangat bangga pada putra pertama ibu itu. Sangat-sangat bangga. Sangat-sangat bangga!” si ibu menepuk-nepuk pundak si pemuda dengan mata berbinar seolah dialah sang putra pertama.

“Ibu bangga sekali padanya, karena dia lah yang rela membanting tulang dan menguras tenaga untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Bahkan dialah yang senantiasa mendorong, menasehati dan mengirimi surat penyemangat saat mereka di rantau. Tanpa dia, adik-adiknya takkan menjadi seperti sekarang ini” sang ibu terisak.

Sunyi, tak ada kata.

Pemuda itu mengambil sapu tangan. Genangan di matanya tumpah...

Terima Kasih

Ternyata hidup tak bisa seperti mauku
Segala hal yang ku inginkan tak pernah bisa kunikmati itu dengan sempurna
Andai saja hidup semudah itu
Mungkin tidak ada yang menghalangi dan membatasiku meng ekspresikan apa yang ku mau
Terkadang aku hanya bisa mengadu tentang segala sesuatu yang ingin ku ubah dari diri ini
Namun tak pernah puas dengan semua jawaban itu
Tak ada yang bisa masuk dalam otak ini, seakan ada sebuah kabut hitam tebal yang menghalangi Pandangan ini sehingga membuat tersesat siapa saja yang masuk ke dalamnya
Ternyata hidup tak bisa sesuai inginku yang terlalu meng eksplore imajinasi berlebihan
Yang menganggap segalanya baik-baik saja dan dan tak ada apa-apa selagi hati ini senang, semua tak jadi masalah
Namun, tak selamanya hati riang, gembira dan ceria
Suasana hati senantiasa berubah seiring kadar yang mempengaruhinya. Adakalanya bahagia dan kadang sedih.
Bahagia bila suasana, situasi maupun kondisi sesuai keinginan hati, akan tetapi
Sedih manakala hati dan cita tak selaras, harapan kandas di tengah jalan.
Entah apa yang terjadi dalam diri ini, berasa ada sesuatu yang lain
Sesuatu yang gelap, yang tak memberi kesempatan untuk membuka pikiran, membuka kepekaan rasa kepada sekitar.
Hmm....,
Andai saja aku bisa selalu tegar menghadapi kehidupan
Aku tak perlu ada dalam jurang penyesalan
Aku bersyukur tetap berdiri tegak hingga kini
Karena banyak yang meyakinkan ku mampu melewati kegagalan ini
Seperti salah satu nasehatmu, “jangan terlalu bergantung pada orang lain”
Apa aku yang salah mengejewatahkannya  dalam  memaknai atau ada makna lain dari ungkapan itu yang tak ku maksud.
Seakan itu bertentangan dengan teori zoon politicon yang sekilas kubaca dimana dikatakan “manusia itu tak bisa hidup tanpa bantuan orang lain”
Aku tak tau harus menyikapinya bagaimana, tetapi yang ku tahu
Ada masa dimana seseorang membutuhkan orang lain saat melangkah, memerlukan kawan meniti jalan dan mendambakan sahabat dalam mengarungi samudera kehidupan. menjalin silaturahim merupakan salah satu langkah untuk mengokohkan tali ukhuwah diantara kita. saling mengenal, memahami dan nasehat menasehati dalam kesabaran dan ketakwaan.
Namun, ku kira itu hanya sebuah angan belaka ketika sadar hati ini telah terpaut.
Terpaut pada sebuah hati yang suci, yang tak sepantasnya ku kotori.
Entah berapa lama sudah saat ketika ku sadar hingga detik ini,
Selama itu pula berkali kali sikap yang tak sepatutnya menyakiti sebongkah hati yang suci itu ku lakukan.
Seakan-akan diri ini paling ingin dimengerti namun tak pernah mau mengerti yang lain
Andai saja aku tak mendengar segala prasangka itu
Andai saja prasangka itu tak menjadikan ku sebuah mencari sebuah alasan untuk menyakiti dengan seuntai kata-kata pedas yang tak seharusnya terucap.
Pandangan subyektif ini membuatku buta akan segalanya,
Seandanyapun aku yg berada di posisi itu,
Hatiku juga pasti kan terluka

Entah apa yang kulakukan,
Seolaholah aku tak bisa lepas dari semua ini.
Terimakasih tetap bersama ku hingga saat ini
Seandainya aku bisa menutup mulut ini
Untuk tidak seenaknya menilai dan mengatakannya di belakangmu
Mungkin aku tidak akan menangis karenanya saat ini.
Berkali-kali ku lakukan hal bodoh, dan berkali-kali pula ku lontarkan kata maaf, serta berkali-kali pula dan terus menerus.
Aku sendiri bosan dengan ini.
Tapi aku terus tersenyum karena kau lebih mengenal ku dengan hal ini
Seandainya aku bisa memilih untuk tidak merasa
Tapi hidup tak mungkin sesederhana itu
Karena aku terlahir sebagai manusia
Terimakasih selalu tetap mau menjadi temanmu,
Sehingga aku terus berusaha semampu ku
Menyelesaikan setiap masalah ini dengan untaian doa yang ku panjatkan,
Jika bisa begitu mudah menghapus kisah tentang kita
Mungkin aku tidak akan pernah bersedih untuk mu
Tapi aku bersyukur dengan hal ini semakin mendewasakanku dalam melangkah, meski terkadang masih terseok-seok.
Jika aku tak perlu mengeluarkan air mata dalam hidup ku
Mungkin aku bisa selalu hidup bahagia
Aku percaya Allah pasti akan memeluk mimpi-mimpi ku
Terimakasih untuk menjadikan ku bagian dari salah satu teman-temanmu…
Terimakasih untuk setiap pelajaran hidup yang kau berikan…
Terimakasih atas kebijakan mu menerimaku apa adanya dengan segala kelemahan dan kelebihanku…

Terimakasih ^_^

Sampai Berapa Jauhkah Urgensi KUHP Nasional?

Sesudah Perang Dunia ke-II banyak negara mengusahakan pembaruan hukum pidananya. Pembaruan ini didorong oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang timbul sesudah perang dunia itu dan untuk negara-negara baru juga karena perubahan dalam susunan kenegaraan. Demikianlah beberapa negara yang telah berhasil memperbaharui KUHPnya, misalnya Yugoslavia pada tahun 1951, Korea tahun 1953, Swedia tahun 1965 dll. Uni Soviet pada tahun 1958 menetapkan Fundamentals of Criminal Legislation, yang harus diikuti oleh negara-negara bagiannya. Jepang dan Austria telah siap dengan konsep rencana KUHPnya.

Di Indonesia usaha pertama untuk membentuk KUHP nasional terwujud pada tahun 1969, yang berupa Konsep Rancangan Undang-undang tentang Azas-azas dan dasar-dasar pokok tata hukum pidana Indonesia, yang mendapat sorotan tajam dari Prof. Mulyatno dalam kongres Persahi tahun 1964 di Surabaya. Sekarang akhirnya kita mempunyai Konsep Rencana KUHP tahun 1972, yang merupakan revisi dari Konsep tahun 1968. Pembaharuan hukum pidana memang terpusat pada pembaharuan KUHP karena KUHP merupakan kodifikasi hukum pidana. Selain itu KUHP memuat ketentuan-ketentuan umum yang juga berlaku untuk tindak pidana-tindak pidana yang dirumuskan diperaturan-peraturan pidana diluat KUHP, kecuali apabila ditentukan lain.

Sangat disadari oleh para perancang bahwa mengadakan pembaharuan hukum pidana itu bukan pekerjaan yang mudah yang dapat dikerjakan begitu saja. Di Jerman Barat saja baru berhasil selesai dengan merevisi buku ke-I dari KUHP mereka setelah bekerja hampir 20 tahun. Itupun hanya suatu revisi dan bukannya suatu pembuatan buku KUHP yang baru. Padahal seperti apa yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch; “Das Strafrecht reformieren heiszt etwas Besseres.” Yang artinya "membaharui hukum pidana tidak berarti memperbaiki hukum pidana, akan tetapi menggantikannya dengan yang lebih baik". (Dalam: Richard Lange, Strafrechtsreform. Reform im Dilema, Munchen-Wien, 1972, halaman 9). Pada tahun 1956 Menteri Kehakiman membentuk suatu komisi dan setelah 5 tahun komisi ini berhasil membuat suatu naskah sementara untuk KUHP yang baru. Akan tetapi sampai tahun 1973, meskipun sudah berkali-kali dibicarakan di DPR namun masih belum pula disahkan sebagai Undang-undang. (keterangan Prof. Hirano pada tanggal 29 November 1975 didalam pertemuan di Criminologisch Instituut di Utrecht)

Kalau kita sekarang sudah mempunyai Konsep Rencana KUHP, kita boleh merasa bersyukur. Namun melihat praktek bekerjanya sistem hukum pidana kita sekarang ini dapat diajukan pertanyaan sampai dimanakah urgensi bagi kita untuk mempunyai KUHP baru? Untuk memberi jawaban secara pasti sebenarnya harus diadakan penelitian bagaimana sesungguhnya. Akan tetapi bahwa W.v.S (hukum pidana) yang berlaku sekarang dan dalam bentuknya yang sekarang ini tidak dapat dipertahankan terus menerus tidaklah perlu dipersoalkan. Sedikitnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, alasan yang bersifat Politik. Adalah wajar bahwa Negara Republik Indonesia yang merdeka memliki KUHP yang bersifat nasional, yang dihasilkan sendiri. Ini merupakan suatu kebanggaan nasional yang inhaerent dengan kedudukanannya sebagai negara yang telah melepaskan diri dari penjajahan. Adalah tugas dari pembentuk undang-undang untuk “menasionalkan” semua perundang-undangan warisan zaman kolonial, dan ini harus didasarkan kepada Pancasila.

Alasan kedua, bersifat Sosiologis. Suatu KHUP pada dasarnya adalah pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan dari suatu bangsa, karena ia memuat perbuatan-perbuatan yang tidak ia kehendaki dan mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan itu suatu sangsi yang berupa pidana. Ukuran untuk menentukan mana yang dilarang itu itentunya tergantung dari sudut pandan kolektif. Yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang baik, yang benar dan sebaliknya. Kita mengetahui bahwa W.v.S (hukum pidana) kita ini tidak mungkin mencerminkan nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia secara penuh, karena tidak dibuat oleh kita sendiri. Mungkin ada yang menyanggah bahwa hal ini tidak merupakan masalah, karena lebih dari setengah abad berlakunya W.v.S (hukum pidana) ini banyak hal-hal yang bersifat universal. Misalnya, tentang pengertian tindak pidana, syarat-syarat pemidanaan, pengertian pidana, dan sebagainya. Mungkin ini benar, tetapi kenyataan bahwa ada pertumbuhan peraturan-peraturan hukum pidana diluar W.v.S itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa W.v.S belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Alasan yang ketiga, bersifat Praktis, ialah kenyataan bahwa teks resmi dari W.v.S meskipun menurut undang-undang No. 1 tahun 1946 dapat disebut secara resmi “Kitab Undang-undang Hukum Pidana” di singkat KUHP adalah bahasa Belanda. Dapat diperhitungkan, bahwa jumlah penegak hukum, termasuk para hakim, yang memahami bahasa asing tersebut makin lama makin sedikit. Terjemahan dari W.v.S yang beraneka ragam itu tentunya tidak membantu penyelenggaraan hukum pidana yang pasti dan seragam. Tidak mustahil terjadi penafsiran yang menyimpang dari makna teks aslinya, yang disebabkan oleh suatu terjemahan yang kurang tepat. Disamping para penegak hukum yang diharapkan menguasai bahasa asing itu untuk dapat menerapkan W.v.S secara tepat, tidaklah kurang penting artinya bagi rakyat biasa. Bagaimana  mereka itu bisa diharapkan memahami benar-benar yang dilarang, apabila mereka tidak mengerti bahasanya.

Yang menjadi persoalan yang sangat sulit ialah bagaimana bentuk dari isi KUHP nasional itu nanti? Yang jelas harus berasaskan Pancasila, akan tetapi bagaimana hal ini secara nyata dituangkan dalam suatu kodifikasi hukum pidana?

Dan Bagaimana dengan Konsep rencana KUHP yang sudah ada sekarang?

Hukum dan Hukum Pidana (Prof. Sudarto, SH)

Minggu, 24 Maret 2013

Tata Kelola Pemerintah di Indonesia


Tata Kelola Pemerintah di Indonesia[1]
Oleh
Muhammad Ichsan Nugroho W[2]

Abstrak
Istilah Tata kelola (governance) memeliki beragam definisi tergantung pada berbagai keadaan lingkungan, struktural, dan budaya, serta kerangka. Secara umum dapat di definiskan sebagai kombinasi proses dan struktural yang di terapkan oleh Dewan untuk menginformasikan, mengarahkan, mengelola, dan memantau kegiatan organisasi (negara) dalam rangka mencapai tujuan. Dalam hal ini yang menjalankan tugas pengelolaan tersebut ialah Pemerintah. Berbicara tentang Tata Kelola Pemerintah di Indonesia, tidak terlepas dari Hukum yang mengatur tata perintahanan tersebut. Indonesia sendiri menganut asas Negara Hukum (rule of law) dimana segala sesuatu yang mengatur dalam pemerintahan Indonesia berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Sama halnya seperti pendapat Immanuel Kant (1724-1804), terhadap tujuan negara hukum ialah; Menegakkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan warganya.
Kata kunci: Tata kelola (governance), Pemerintah, Negara hukum

Pendahuluan
            Esensi dan hakekat dari tujuan negara hukum adalah adanya rasa keadilan, kedamaian dan ketertiban yang akan tercipta dalam suasana lingkungan sebuah negara. Makna dan falsafah dari ide yang mau dicapai oleh hukum inilah menjadi idaman seluruh negara-negara modern, yang mendambakan adanya kesejahteraan bagi warga negaranya (welfare state).[3]
            Dalam konsepsi welfares state, negara diberi tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk itu pemerintah juga diberi Freis Ermessen, yaitu kewenangan yang sah untuk ikut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum. Dalam konsepsi, dengan adanya hal tersebut maka dibuatlah berbagai macam aturan-aturan, sebagai asas fundamental dalam menyelenggarakan tata aturan utuk mengejar cita-cita hukum tersebut (rechtsidee). Nilai-nilai tersebut sangat berarti bagi suatu negara, maka dari itulah dibuat aturan dasar yang lebih dikenal dengan sebutan konstitusi, yang mengatur hak dan kewajiban pemerintah dan warga negaranya, tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik, aturan-aturan penerapan fungsi dan wewenang lembaga-lembaga negara, pembentukan lembaga hukum (peradilan) diberbagai sektor kehidupan, dan sebagainya.
            Salah satu lembaga yang paling potensial dalam melakukan putusan-putusan sengketa hukum adalah Mahkamah Agung (MA). Pengaruh MA dalam banyak hal lebih besar dari pada lembaga negara lain disebabkan putusan-putusan hakim dapat mempengaruhi bidang-bidang lain. Begitu besar putusan hakim, sampai-sampai kata revolusi pernah dipakai untuk sebuah putusan hakim, misalnya sebutan Januarie revolutie yang diberikan kepada putusan Hoge Raad Belanda pada tanggal 31 Januari 1919. Putusan tersebut merubah pengertian yang sebelumnya berlaku tentang melawan hukum. Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa yang disebut melawan hukum itu tidak hanya tindakan yang bertentangan dengan tata susila atau apa yang oleh masyarakat dianggap baik.[4]
            Putusan revolusi seperti itu tentu saja patut disambut gembira. Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu putusan hakim yang revolusi dapat sangat berbahaya. Misalnya, putusan hakim tentang korupsi yang mengubah pengertian perbuatan yang sebelumnya termasuk korupsi menjadi bukan korupsi melainkan dapat mendorong seorang atau beberapa orang melakukan korupsi. Sampai sekarang masih sering terjadi kasus atas putusan yang diberikan hakim terhadap pegawai biasa sangat berbeda dengan pejabat tinggi. Berdasarkan kenyataan ini semestinya ada upaya dari semua pihak termasuk MA, untuk mengupayakan bantuan hukum kepada rakyat yang kebetulan tidak mampu, terutama dari segi dana.[5]
            Tentu saja, bahwa salah satu dasar dalam membentuk image penegakan hukum yang baik, khususnya dalam memutuskan perkara, maka gagasan-gagasan hukum yang sudah diformalkan secara ideal dalam konstitusi tersebut haruslah direalisasikan dengan konsisten. Misalnya saja pelaksanaan aturan-aturan tentang pemerintahan yang bersih dan berwibawa, adanya penerapan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) dalam pengambilan keputusan, aturan tentang penyalahgunaan kekuasaan atau bebas dari praktik-praktik korupsi dan lain-lainnya.
            Dari kilasan tersebut tentang tata aturan dalam konstitusi tersebut jika dikaji lebih dalam (radiks), maka akan terlihat bahwa sesungguhnya salah satu tujuan dari konstitusi adalah adanya pengaturan penyelenggaraan pemerintah yang layak dan baik dalam hal untuk menerapkan kebijakan-kebijakan baik dalam bidang hukum, politik maupun bidang lainnya.[6]
            Ide atau gagasan tentang penyelenggaraan kekuasaan yang baik, dari aspek historis, terdapat dua pendekatan, yaitu secara personal dan sistem. Secara personal telah di mulai pada masa Plato. Menurutnya, penyelenggaraan kekuasaan yang ideal dilakukan secara paternalistik, yakni para penguasa yang bijaksana haruslah menempatkan diri selaku ayah yang baik lagi arif yang dalam tindakannya terhadap anak-anaknya terpadulah kasih dan ketegasan demi kebahagiaan anak-anak itu sendiri. Dalam karya tulisnya yang ketiga; nomoi setelah dua karya tulisnya politeia dan politicos, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik.[7]
            Berdasarkan pendapat Plato ini, maka penyelenggaraan pemerintah yang didasarkan pada hukum merupakan salah satu alternatif yang baik dalam penyelenggaraan negara. HAN dapat dijadikan instrumen untuk terselenggaranya pemerintah yang baik. Penyelenggaraan pemerintah lebih nyata dalam HAN, karena disini akan terlihat konkret hubungan antara pemerintah dan masyarakat, kualitas dari hubungan pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat dijadikan ukuran apakah penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau belum. Di satu sisi HAN dapat dijadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengaturan, pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat, disisi lain HAN memuat aturan normatif tentang bagaimana pemerintah dijalankan, atau sebagaimana dikatakan Sjachran Basah, bahwa salah satu inti hakikat HAN adalah untuk memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya dan melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum.

Good Gevernance dalam Kaca Mata Hukum Administrasi Negara
            UU No. 5 Tahun 1986 dimana disebutkan bahwa administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang baik dipusat maupun di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) menurut UU No. 5 Tahun 1986 pasal 144 dapat disebut dengan UU Peradilan Administrasi Negara.
            Dalam arti luas, PTUN adalah peradilan yang menyangkut pajabat-pejabat dan instansi-instansi tata usaha negara baik yang bersifat Perkara Pidana, Perkara Perdata, Perkara Adat, maupun perkara-perkara administrasi negara murni.[8]
            Dalam arti sempit, Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi murni. Pengertian tata usaha murni adalah suatu perkara yang tidak mengandung Pelanggaran Hukum, melainkan suatu persengketaan yang berpangkal atau berkisar pada atau mengenai interprestasi dari suatu asal atau suatu ketentuan undang0undang dalam arti luas; hakim, jaksa dan pengacara serta masyarakat pada umumnya berpegang pada interprestasi yuridis, artinya pengertian yang tidak melawan hukum (interprestasi obyektifitas).
            Peran pejabat administrasi negara berpegang teguh pada interprestasi administratif (interprestasi obyektifitas) yang artinya suatu pengertian yang memungkinkan mereka menyelenggarakan atau merealisasikan pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan undang-undang (dalam arti luas), sehingga segala sesuatu yang dikehendaki oleh undang-undang itu terwujud.
            Administrasi negara memandang undang-undang itu sebagai Rumusan dari kehendak-kehendak negara yang wajib di penuhi atau direalisasikan oleh administrasi negara. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, administrasi negara dan administratornya relative berdasarkan undang-undang dan peraturan. Ciri ini memberikan warna legalitas dari Administrasi negara tersebut.[9]
            Ada beberapa asas yang bisa dijadikan patokan dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan patut. Menurut rangkuman Crince Le Roy dalam kuliahnya pada penataran lanjutan Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Tata Pemerintahan di Fakultas Hukum Unair 1978, Crince Le Roy mengemukakan 11 butir asas sebagai berikut;[10]
1.      Asas kepentingan hukum
2.      Asas keseimbangan
3.      Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
4.      Asas bertindak cermat
5.      Asas motivasi dalam setiap keputusan
6.      Asas larangan mencampur adukkan kewenangan
7.      Asas permainan yang layak
8.      Asas keadilan dan kewajaran
9.      Asas menanggapi penghargaan yang wajar
10.  Asas meniadakan akibat keputusan yang batal
11.  Asas perlindungan atas pandangan (cara) hidup pribadi
Kecuali tersebut diatas, Kuntjoro Purbopranoto menambahkan 2 asas lainnya yaitu;
1.      Asas kebijaksanaan
2.      Asas penyelenggaraan kepentingan umum
Dalam rangka menggali, menemukan dan merumuskan asas pemerintahan indonesia yang adil dan patut itu, kiranya asas tersebut dijadikan pedoman dan tolok ukur, sepanjang berkesesuaian dengan pancasila dan UU 1945, agama, hukum, adat dan hukum positif lainnya.
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dapat disebut juga sebagai asas, karena AAUPB tersebut mengandung dua unsur penting, yakni, pertama asas tersebut mengandung asas yang sifatnya etis normatif, maksudnya adalah AAUPB tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk melingkupi suatu sifat penting yang mengandung berbagai pengertian hukum. Asas-asas normatif etis ini merupakan asas yang mengatur kadar etis di dalam hukum administrasi dalam penyelenggaraan pemerintah. AAUPB bersifat petunjuk untuk menjelaskan terhadap sejumlah peraturan hukum, seperti motivasi. Kedua, asas-asas tersebut mengandung asas yang sifatnya menjelaskan.
Konsep Negara Hukum dan Demokrasi
            Terdapat korelasi yang jelas antara Negara hukum, yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Korelasi ini tampak dari kemunculan istilah demokrasi konstitusional, sebagaimana disebutkan dalam teori konstitusi. Dalam sistem demokrasi, partisispasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini. Dengan kata lain, negara hukum harus bertopang dengan sistem demokrasi. Demokrasi tanpa penaturan hukum akan kehilangan bentuk arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna.
            Dalam abad ke-20 gagasan demokrasi selalu dikaitkan dengan istilah konstitusi, sehingga lahir istilah demokrasi konstitusional. Gagasan dasar demokrasi konstitusional adalah terwujudnya cita-cita pemerintahan yang terbatas kekuasaannya (limited governance), terdapatnya beberapa larangan pemerintahan bertindak sewenang-wenang (abus de drait atau willikeur), terjaminnya hal-hak asasi manusia dan dihindari terpusatnya kekuasaan pada satu tangan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang (detaournament de pouvair).[11]
            Sedangkan konsep negara hukum, yakni berprinsip bahwa negara berdasarkan atas hukum pada hakekatnya adalah suatu “negara hukum”.
            Negara hukum adalah negara berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala  kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal yang demikian akan tercerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya.[12]
            Pengertian lain negara hukum secara umum ialah bahwasanya kekuasaan negara dibatasi oleh hukum dalam arti bahwa segala sikap, tingkah laku dan perbuatan baik dilakukan oleh para penguasa atau aparatur negara maupun dilakukan oleh para warga negara harus berdasarkan atas hukum.
             Sekilas  apa yang dipaparkan tersebut mengindikasikan bahwa konsep atau ide Negara hukum dan demokrasi merupakan sebuah ide yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, untuk menjamin adanya stabilitas negaranya. Dengan kata lain kedua konsep ini merupakan konsep yang mengatur tentang bagaimana sesungguhnya negara itu dikelola dalam sebuah Negara sesuai dengan jiwa-jiwa humanis, tanpa ada yang dirugikan. Dalam hal ini baik dari pihak penguasa maupun pihak yang dikuasai. Sehingga dalam hal ini juga kesewenang-wenangan pemerintahan terhadap rakyatnya akan dibatasi. Sekali lagi bahwa konsep negara hukum yang mempunyai ciri pokok antara lain adanya; (1) pengaturan tentang prinsip-prinsip HAM, (2) adanya pengaturan tentang organisasi negara, dan adanya peradilan administrasi yang bebas.
Tujuan Negara Hukum
            Negara berdasarkan atas hukum pada hakekatnya adalah suatu Negara Hukum. Akan tetapi apakah yang dimaksud dengan Negara Hukum. Sangat penting untuk diselidiki arti dan makna dari istilah negara hukum, sehingga akan di peroleh pengertian yang jelas dalam pemakaian berikutnya.
            Selanjutnya apa tujuan dari negara hukum itu sendiri, untuk hal ini penulis sedikit mengemukakan analisis atau pendapat Immanuel Kant (1724-1804).
            Menurutnya dalam sebuah teorinya “negara hukum”, bahwa tujuan negara adalah menegakkan hak-hak kebebasan-kebebasan warganya.[13]
            Untuk mencapai jaminan atas hak-hak dan kebebasan (kemerdekaan) individu itu sebagai sistem “trias politica” maka harus diadakan pemisahan kekuasaan, yang oleh Kant disebutkan sebagai potestas legislatora, rectoria et judiciare, dimana satu dan yang lainnya harus seimbang.
            Namun, dalam realitasnya, mungkin selamanya tidak akan ditemui negara yang memang benar-benar negara hukum atau benar-benar negara kekuasaan. Sungguhpun demikian, sangatlah mungkin salah satu dari konsep atau kecenderungan itu memainkan posisi yang paling dominan. Hal ini sangat tergantung pada beberapa faktor, diantaranya: (a) faktor budaya hukum dan politik yang menopongnya; (b) faktor perimbanga kekuatan pengaruh antara kedua kekuatan yang mendukung salah satu gagasan itu; dan (c) faktor tekanan dari dunia Internasional. Tiga faktor ini sangat penting untuk mengetahui prospek dari realisasi gagasan negara hukum dimasa depan.
            Secara normatif dan ideal konstitusional Indonesia adalah negara hukum yang berasaskan kedaulatan rakyat, namun Implementasinya dalam praktek, baik pada masa kini maupun masa depan, tergantung pada budaya hukum dan politik yang berkembang didalam masyarakat.
            Telah lazimnya diketahui pada masa sekarang, jaringan kekuasaan dengan kuatnya sehingga kebebasan Individu tinggal sedikit. Negara hukum kemudian berubah makna menjadi negara perizinan. Untuk melakukan sesuatu, orang harus mengisi formulir permohonan izin dari penguasa. Bahkan, untuk membuktikan bahwa seseorang itu Berkelakuan baik, ia harus mengisi beberapa formulir melalui beberapa Instansi, walaupun dalam kenyataannya ia tidak terlibat dalam suatu tindakan kriminal yang sedang diproses.
            Berkenaan dengan asas kebebasan bertindak oleh penyelenggara negara itu, ada baiknya merenungi dalil lama Lord Acton bahwa “kekuasaan itu cenderung korup”. Kekuasaan yang terlalu besar membuka peluang bagi penyalahgunaan secara lebih besar lagi. Karena itu, adanya kontrol yang kuat dari rakyat untuk memaksa penyelenggara negara agar tetap berada pada jalur hukum merupakan salah satu cara menegakkan hukum. Namun realitas yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia ialah, kekuasaan itu sendiri cenderung dengan politik. Rekayasa politik, baik melalui undang-undang maupun melalui kekuasaan, telah berkembang sedemikian rupa sehingga kekuatan hukum yang mampu melakukan kontrol itu menjadi lemah. Politik pada umumnya ada beberapa arti seperti; (1) kebijakan; (2) seni memenej kekuasaan; (3) cara, akal dan taktik. Intinya adalah mempengaruhi orang lain agar dapat bertingkah laku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhinya, yakni yang mempunyai kekuasaan, maka perlunya kontrol dari kekuasaan tersebut dengan di bentuknya Hukum. Hukum tersebut merupakan hasil dari kesepakatan politik yang bertujuan mengontrol kekuasaan tersebut dan membatasinya. Namun kenyataannya sekarang hukum lah yang di kontrol oleh politik itu sendiri dan jauh dari apa yang di harapkan.
            Untuk itu, yang diharapkan sekali adalah adanya kontrol masyarakat terhadap kekuasaan harus lebih tegas lagi. Karena kepada para profesional di bidang hukum, aktivis LSM, dosen, dan Mahasiswa harus memposisikan diri sebagai agen dalam mengimbangi dari kekuasaan yang cenderung sewenang-wenang tersebut. Tanpa kehadiran kelompok ini pada masa depan, ditengah semakin lemahnya peranan partai-partai politik untuk melakukan reformasi melalui saluran-saluran legislatif sebagai implikasi.[14]

Kesimpulan
            Oleh karenanya, maka demi tegaknya hukum dan demi terlaksananya cita-cita negara hukum dan demokrasi yang selaras dengan tujuan negara kita, maka dalam praktek penyelenggaraan negara, ketentuan-ketentuan hukum harus dihormati, harus ditegakkan oleh pemerintah atau penyelenggara negara.
            Para legislator adalah pihak pertama yang wajib memberi keteladanan dalam mentaati hukum.



[1]  Tulisan ini penulis pilih dari beberapa referensi tulisan yang di berikan dosen pengampu mata
    kuliah Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Tahun 2012
[2]  Mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2011, peserta didik Mata Kuliah Hukum Administrasi
    Negara Rombel 02
[3]  Abdul Aziz Hakim,  Negara Hukum dan  Demokrasi di Indonesia. ctk. I. Pustaka Pelajar;
    Yogyakarta, 2011,  hal. 106
[4]  SF.Marbun. Akuntabilitas Putusan Akbar Tanjung oleh Mahkamah Agung, Keterbukaan
    Keterukuran Sanksi, ctk.Pertama, UII Press Yogyakarta, 2004, hal.545.
[5]   Ibid., hal.545
[6]   Abdul Aziz Hakim,  Negara Hukum dan  Demokrasi di Indonesia. ctk. I. Pustaka Pelajar;
    Yogyakarta, 2011,  hal. 108
[7]  Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, ctk. Pertama, UII Press, Yogyakarta,2002, hal.2
[8]   Vicor Situmorang dan Soedibyo, Pokok-pokok Peradilan Tata Usaha Negara, ctk. Kedua, PT
     Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal. 16
[9]   Mifta Thoha, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, ctk. Kelima, PT Raja Grafindo
    Persada, Jakarta, 1992, hal. 44
[10] SF. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, op. cit., hal. 284
[11]   S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administrasi di Indonesia, UII Press,
      Yogyakarta, 2003, hal. 149
[12]   Didi Nazmi Yunas, Konsepsi Negara Hukum, Padang, Angkasa Raya Padang, 1992, hal. 20
[13]   M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung, Mandar Maju, 1989, hal.49
[14]   Abdul Aziz Hakim,  Negara Hukum dan  Demokrasi di Indonesia. ctk. I. Pustaka Pelajar;
      Yogyakarta, 2011,  hal. 26