DAI

Sahabat adalah mereka yang bisa melihat kamu terluka dari matamu, ketika orang percaya dengan senyum diwajahmu

Runner Up, Call For Essay

Ekonomi Bebas Korupsi (EBK), Konferensi Nasional BEM FEB UGM Tahun 2013

Muncak Gunung Merbabu Bersama KAP Crew 2013

Muncak bersama KAP Crew 2013 di akhir kepengurusan

Punggawa KIFH 2013

Berprestasi dan Berkontribusi

Dieng (Negeri Atas Awan)

Adem benerrr, brrrrrr

Minggu, 28 Desember 2014

Mimpi Ku Bersama Distro Muslim

Perkembangan Distro Muslim, di Indonesia baru sebatas di daerah Yogyakarta. Hal ini lah yang memacu ku untuk turut serta menyumbangkan kreatifitas dalam dunia fashion atau busana-busana muslim yang didalamnya memuat pesan pesan religius yang bermanfaat. Itung-itung sebagai bagian dari sarana dakwah melalui bidang ini. Oleh karena itu, aku beriktikad baik berupaya dan berusaha mendirikan sebuah pusat Pakaian Muslim yang digemari anak-anak muda di Wilayah Semarang, Khususnya di Kampus Universitas Negeri Semarang sebagai lahan pasar dengan orientasi mahasiswa yang notabene merupakan anak-anak muda.

Unnes merupakan salah satu perguruan tinggi yang berada di Semarang yang menyandang gelar Konservasinya. Konservasi yang diharapkan tidak hanya sebatas pada konservasi rehabilitasi lingkungan dengan penanaman pohon dimana-mana. Namun banyak hal yang perlu di konservasi, khususnya Konservasi Moral seperti yang digagas kawan-kawan rohis Universitas Negeri Semarang ini yang salah satu isinya “santun berbusana

“Menjadikan Kampus unnes sebagai kampus yang Islami adalah mimpi setiap muslim yang berada di kampus ini”

Menjadikan Kampus unnes sebagai kampus yang Islami adalah mimpi setiap muslim yang berada di kampus ini. Mengingat di era sekarang ini moral generasi muda telah tercabik-cabik oleh budaya barat yang liberal. Seakan menghalalkan segala cara agar hidup ini nyaman bebas dari kekangan moralitas yang mengikat kebebasan berekspresi. Menganggap hidup ini hanya untuk bersenang-senang dan melupakan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang muslim. Suara-suara lirih bernuansa nasehat seolah dianggap sebagai suatu kemunafikan dan banyak hal yang menolak kebenaran itu. Begitulah Dakwah, selalu ada tembok besar menghalangi langkah-langkah kebaikan tersebut. Olehh karena itu, ide-ide kreatif sangat diperlukan guna inovasi dalam dakwah tak terkecuali dalam dunia fashion.

Kaos adalah salah satu sandangan yang paling banyak digunakan para muda mudi untuk bersantai dan ber aktivitas lainnya dalam bergaul. Banyak sekali produk-produk Kaos yang menawarkan gambar-gambar yang menarik di kaos sendiri sehingga menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini dapat menjadi media komunikasi yang bisa digunakan untuk berdakwah dan cukup prospek untuk dikembangkan.

Siapa sih yang gak butuh kaos?, Fashion clothing identik dengan life style apalagi dikalangan anak muda, perkembangan distro (distribution store) apalagi. Kebanyakan distro dekat dengan dunia surfing, skate board, bmx, anak musik band hip-hop, punk, rock heavy metal dan lain sebagainya. Kalo dimusik metal biasanya design-designnya monster dan pesan-pesannya kurang bermanfaat tapi malah disukai, aneh juga tapi itulah "Efek Media".

Nah melihat hal tersebut, terpikir olehku membuka usaha pakaian yang berbasis distro yang pada awalnya hanya ingin ikut-ikutan kawan yang pernah membuka distro juga yang berlokasi di kebumen dan cukup sukses.  Ku beri nama Safa Zhan Distro (Islamic Art Clothing) sebagai brand Distro Muslim disini, entah bagaimana ceritanya ku bisa dapat nama itu, J hehe.., singkat cerita, dari SAFA ZHAN DISTRO (Islamic Art Clothing), mencoba menghadirkan nuansa kaos anak muda banget (InshaAllah). Selain sebagai fashion juga sebagai media dakwah, dalam mengajak guna menuju kebaikan dan mencegah kemungkaran. Aamiin

Safa Zhan merupakan brand produk yang ingin ku kembangkan. Konveksi, Supplier, serta Desain Grafis adalah bisnis utama Safa Zhan, yang dikembangkan dengan menjunjung tinggi kualitas kerja prima yang bertanggung jawab atas semua hasil produk. Produk hasil konveksi kami menjanjikan jahitan serta pola rapi dan detail, dengan menggunakan tehnik jahit stik dan jahit rantai dan dengan didukung tenaga penjahit yang sudah berpengalaman. Tentunya dan inshaAllah mengusung produksi konveksi terjangkau namun berkualitas. Usaha ini juga menerima permintaan desain grafis bagi para konsumen yang membutukan jasa disain.

Mimpi ku bersama distro muslim ini berharap bisa jadi life style yang menarik di Kampus Unnes dan Wilayah Semarang pada umumnya serta yang memakainya bangga dengan identitas muslimnya dengan pesan didalam kaos karena mereka membantu menyebarkan pesan-pesan dakwah.

Doakan ini bisa istiqomah hadir ditengah-tengah persaingan usaha sejenis sembari berdakwah bersama sahabat-sahabat muslim, karena kita semua bersaudara. Mari eratkan ukhuwah dan bersatu umat muslim untuk bangkit kembali mengawali peradaban yang islami.

“Doakan kami bisa istiqomah hadir ditengah-tengah persaingan usaha sejenis sembari berdakwah bersama sahabat-sahabat muslim, karena kita semua bersaudara. Mari eratkan ukhuwah dan bersatu umat muslim untuk bangkit kembali mengawali peradaban yang islami”

Menerjang Gelombang Ketiga Indonesia bersama Nahkoda Baru

Momentum Pada tahun 2014 ini bukan semata pergantian kekuasaan saja, namun momentum bagi peralihan gelombang sejarah Indonesia yang memasuki gelombang ketiga. Begitulah Anis Matta menganalogikan periodisasi sejarah dengan pergantian era/zaman masa kepemimpinan Indonesia. Ia menggunakan konsep sejarah sebagai suatu kontinuum perjalanan satu entitas melintasi waktu, satu keberlanjutan dari masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Gelombang pertama merupakan awal dimana Indonesia menjadi Indonesia, sebuah persiapan dan upaya membangun sebuah peradaban yang mandiri.  Gelombang kedua dimana Indonesia bergulat dalam upaya mencari sistem yang kompatibel dengan sejarah dan referensi budayanya. Dan kini telah tiba bagi sang nahkoda baru Indonesia menaikkan jangkar dan mengibarkan layarnya untuk berlayar menuju Indonesia hebat yang di usungnya. Entah gelombang seperti apa yang akan dihadapi kepemimpinannya nanti.

Indonesia kini telah memiliki nahkoda baru itu. Bukan berlatar belakang jendral, ilmuwan, ataupun lainnya. Namun, sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa Ia merupakan representasi dari rakyat kecil. Alasan yang demikian memang bukanlah suatu hal yang keliru, ketika melihat sampai saat ini representasi itu memang benar adanya pada diri pribadi beliau, Bapak Joko Widodo. Semoga saja representasi ini tidak akan hilang ketika sumpah jabatan telah diucapkan.

Seberapa jauh representasi kepemimpinan beliau kedepan untuk Indonesia yang digadang-gadang akan menjadi Indonesia Hebat melalui Visi dan Misinya ketika kampanye. Apakah hanya pemanis saja kala itu karena ambisi partai yang mengusungnya ataukah memang benar adanya berasal dari keprihatinan dan harapan untuk mewujudkannya ketika ia berada di posisi sekarang ini.

Menilik dari pemerintahan sebelumnya, banyak kalangan beranggapan bahwa pemerintahan yang sedang berlangsung saat ini belum sepenuhnya efektif, efisien dan bersih dalam menjalankan tugasnya. Sehingga kesejahteraan yang merata, kebebasan yang beraturan dan keadilan lewat penegakan hukum yang pasti belum dapat diwujudkan sebagaimana mestinya.Hal ini dikarenakan belum adanya kemauan yang kuat untuk mengelola pemerintahan sesuai dengan amanat reformasi.

Kita semua tentunya berharap agar pemerintahan baru duet Jokowi-JK tidak mengulangi kekeliruan yang pernah terjadi sebelumnya. Jangan lagi ada kegaduhan di bidang hukum dan politik yang kemudian menjebak kita semua untuk tidak bisa melakukan banyak hal yang bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan rakyat.

Untuk itu, sebaiknya pemerintahan Jokowi-JK yang sedang dikukuhkan hari ini 20 Oktober 2014, harus lebih memfokuskan diri pada upaya membangun negeri sebagaimana amanat reformasi. Dalam hal ini, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena bila pemerintah Jokowi-JK sungguh-sungguh menjalankan program-program yang benar dan pro rakyat, pasti akan mendapat dukungan yang luas dari masyarakat, termasuk oposisi sekali pun. Tapi, jika Jokowi-JK terlalu berorientasi kepada kepentingan politik yang sempit dan jangka pendek, tentunya akan mengalami banyak gugatan, tidak hanya dari oposisi tapi juga masyarakat luas.

Dan juga tidak kalah pentingnya, berharap agar pemerintahan Jokowi-JK mampu menegakkan hukum dengan seadil-adilnya. Adil bukan berarti sama, namun mampu menempatkan sesuatu secara proporsional tanpa mengebiri dan memutilasi hak orang lain terlebih soal penegakan hukum. Pemanfatan hukum guna kepentingan bersama demi terciptanya kehidupan bernegara yang nyaman, adil dan sejahtera sangat diperlukan dalam upaya mengharonisasi keragaman suku bangsa ini, bukan hanya berkutat pada kepentingan politik praktis saja dan malah menyalahgunakan hukum. Apalagi menjadikan hukum sebagai instrument untuk membungkam pandangan kritis atau ‘musuh’ dari rezeim Jokowi-JK yang sedang berkuasa. Jangan sampai pemerintah baru nanti menggunakan hak-hak otoritasnya untuk tebang pilih.

Sangat memprihatinkan jika hukum dijerumuskan jauh ke dalam ranah politik. Sehingga kriminalisasi berupa rekayasa kasus hukum kembali terjadi. Akan sangat berbahaya jika institusi hukum tidak berdaya di bawah ketiak rezim berkuasa, dan hanya dijadikan satpam oleh penguasa. Sehingga, apabila terjadi perbedaan pandangan antara oposisi dan penguasa, kemudian berujung dengan adanya kriminalisasi yang dilakukan aparat penegak hukum atas order penguasa untuk membungkam lawan-lawan politiknya.

Belum lagi soal fenomena bahwa hukum hanya bersifat sektarian dan tebang pilih hampir nyata sampai hari ini. Aparat hukum mungkin sudah melakukan banyak hal, namun belum mampu menyentuh korupsi yang luar biasa di lingkungan kekuasaan.

Kasus-kasus korupsi di lingkaran penguasa seperti BLBI dan mega-skandal bail outBank Century  hampir tidak tersentuh. Beberapa nama yang sudah secara terang benderang disebut berkali-kali, tapi tak sekalipun diusut, bahkan sekedar dipanggil untuk diperiksa pun tidak. Belum tuntasnya penyelesaian kasus-kasus itu sudah cukup menggambarkan ketidak- berdayaan hukum di hadapan penguasa. Bahkan cenderung menjadi alat pemuas syahwat penguasa.

Sudah saatnya Indonesia Bangkit, untuk bisa menjadi Hebat. Hebat dalam arti yang sesungguhnya, senyatanya, yang direalisasikan melalui visi dan misi yang dilontarkan ketika kampanye lalu. Penulis tidak akan membahas visi dan misi itu lebih jauh disini, karena telah cukup melekat erat dibenak kita sekalian. Karena percuma jika tidak segera direalisasikan.

Diluar permasalahan penegakan hukum Indonesia tersebut, seyogyanya masih banyak permasalahan - permasalahan Indonesia yang cukup kompleks, khususnya dibidang pendidikan, ekonomi dan budaya. Namun, saya yakin kepemimpinan Jokowi akan sangat mampu mengatasi itu semua dalam Gelombang Ketiga Indonesia saat ini, jika Ia mampu membaca problematika umat (red: bangsa Indonesia saat ini) guna menyusun strategi apa kiranya yang mampu untuk dihidangkan dan dapat diterima. Disini lah tantangan besar Jokowi dalam menyelami serta memahami guna mengayomi masyarakatnya lebih luas, bukan sekedar di lingkup solo dan jakarta saja, namun lebih dari itu. Jika tidak, masyarakat akan bergulat mencari keseimbangan antara pertumbuhan dan kebahagiaan guna kesejahteraan hidupnya masing-masing. Disinilah budaya menjadi faktor penting. Karena kebahagiaan adalah perasaan umum (public mood) yang mengatakan hidup disini (red: Indonesia) adalah bermakna dan berharga. Oleh karena itu, Pemimpin adalah yang mampu mengelola public mood ini, bukan lagi pemimpin aspirasional yang mengandalkan populisme.

Maka dari itu, terlepas dari isu persaingan politik tidak sehat soal jegal menjegal dari beberapa opini yang muncul belakangan terkait kepemerintahaannya nanti kedepan dengan parlemen yang notabene dikuasai oleh oposisi. Berharap tidak hanya “kerengan” soal jabatan saja, karena akan lebih berarti jika mampu di manfaatkan sebaik-baiknya guna kemaslahatan umat. Bukan kemaslahatan golongan. Begitulah seharusnya seorang negarawan. Mari, bersama kita bangkit, menerjang gelombang ketiga ini untuk menuju Indonesia Hebat!


Oleh:
Muhammad Ichsan Nugroho Wibawanto
Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2011
Kepala Divisi Litbang Penal Study Club (PSC) Fakultas Hukum Unnes 2014
Kepala Divisi Media Lembaga Pers Mahasiswa (LEGIST) Fakultas Hukum Unnes 2014
Kepala Departemen Sosial Masyarakat KAMMI Komisariat Unnes 2014

Opini ini dibuat guna dimuat dalam buletin PROGRESIF Kammi Komisariat Unnes yang diterbitkan oleh Departemen Hubungan Masyarakat Edisi XII

Senin, 13 Oktober 2014

Penegakan Hukum Tindak Pidana Umum

Gambar: Searching google
Muladi menyatakan bahwa dalam konsep penegakan hukum telah berkembang kesepakatan-kesepakatan dan penegasan-penegasan yang antara lain perlu dikembangkannya sistem peradilan pidana terpadu. Sistem peradilan pidana terpadu tersebut mencakup sub-sistem Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga koreksi (lembaga pemasyarakatan). Disamping itu mengingat peranannya yang semakin besar, penasihat hukum dapat pula dimasukkan sebagai sub sistem. Begitulah kiranya sekilas mengenai bagaimana penegakan hukum yang benar-benar saling mensinkronkan tugas dan fungsi masing masing lembaga penegak hukum dalam penegakan hukum.

Penegakan hukum merupakan salah satu topik bahasan yang tak pernah bosan untuk di kaji, baik dikalangan masyarakat menengah kebawah, masyarakat menengah bahkan merupakan suatu konsumsi laris baik dimedia pers, elektronik yang terkadang menimbulkan polemik dimana-mana karena banyaknya multi tafsir pendapat akibat opini yang berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

Berbicara penegakan hukum pada hakekatnya merupakan suatu proses bekerjanya atau bagaimana hukum diterapkan melalui berbagai hubungan interaksi perilaku manusia yang mewakili institusi dan kepentingan yang berbeda. Dengan demikian proses bekerjanya hukum dipengaruhi oleh manusia-manusia yang menjalankan hukum. Disini kita bisa memahami bahwa hukum memang tidak hanya memiliki sifatnya yang normatif (rules), tetapi hukum juga sebagai suatu perilaku (Yudi Kristiana, “Menuju Kejaksaan Progresif, studi tentang Penyelidikan, Penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi”, Penerbit Masyarakat Transparansi Internasional Jakarta, 2009  hal  19).

Sebagai suatu proses, penegakan hukum mempunyai korelasi dan hubungan interaksi dengan faktor-faktor yang menurut L.M. Friedman adalah sistem hukum itu sendiri meliputi substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum (Friedman L.M., the legal system, A social perspective) dimana satu faktor dengan faktor yang lainnya saling berhubungan sehingga mempengaruhi proses yang dicita-citakan. Suatu penegakan hukum menempati posisi yang strategis dalam pembangunan hukum, lebih-lebih disuatu negara hukum seperti halnya Negara kita adalah Negara hukum sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Namun proses penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas dari pada pendapat tersebut, karena dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem-problem hukum yang akan selalu menonjol adalah problema “law in action” bukan pada “law in the books”.

Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup dari  istilah “Penegakan Hukum” adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum. Dari pengertian luas tadi, akan lebih membatasi pengertiannya yaitu kalaupun yang secara langsung berkecimpung dalam penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance. Dengan demikian mencakup mereka yang bertugas dibidang-bidang Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakata (Soerjono Soekanto, Faktor yang mempengaruhi penegak hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007, halaman 19)

Dalam pembahasan penegakan hukum menjadi bermakna bilamana para aparat dan yang terkait didalamnya benar-benar melaksanakan fungsinya dan tugasnya secara konkrit dan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan berdasarkan HAM.

Bila dievaluasi dari pendekatan konteks hukum pidana, penegakan hukum yang disebut integrated justice system yang meliputi Lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatn sebagaimana yang tercantum dan diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, akan tetapi dalam penjabaran dari masing-masing tentu telah didasari pada landasan berpijaknya sesuai tugas pokok masing-masing dan telah diatur dalam undang-undang sendiri.

Sistem Peradilan Pidana adalah jaringan peradilan yang bekerja sama secara terpadu diantara bagian-bagiannya untuk mencapai tujuan tertentu baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dapat pula dikatakan bahwa Sistem Peradilan Pidana adalah suatu komponen (sub sistem) peradilan pidana yang saling terkait / tergantung satu sama lain dan bekerja untuk mencapai tujuan, yaitu untuk menanggulangi kejahatan sampai batas yang dapat ditoleransi oleh masyarakat. dari pengertian sistem tersebut sudah menggambarkan adanya keterpaduan antara sub-sub sistem yang ada dalam peradilan (Dr. Rusli Muhammad, S.H., M.H, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, 2011, Yogyakarta; UII Press)

Menurut Barda Nawawi Arief, sistem peradilan pidana pada hakikatnya identik dengan sistem penegakan hukum pidana. Sistem penegakan hukum pidana pada dasarnya merupakan sistem kekuasaan kehakiman dibidang hukum pidana yang diimplementasikan diwujudkan dalam 4 (empat) sub sistem, yaitu : (1) kekuasaan penyidikan oleh lembaga penyidik; (2) Kekuasaan penuntutan oleh lembaga penuntut umum; (3) kekuasaan mengadili/menjatuhkan putusan oleh badan peradilan; dan (4) kekuasaan pelaksanaan hukum pidana oleh aparat pelaksana eksekusi. Keempat subsistem itu merupakan satu kekuasaan sistem penegakan hukum pidana yang integral atau sering disebut dengan istilah Sistem Peradilan Pidana atau SPP terpadu atau Integrated Criminal Justice System.

Dalam sistem peradilan pidana, Lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan pemasyarakatan merupakan penegak hukum yang mewakili hubungan fungsional yang sangat erat dan sudah semestinya proaktif bekerjasama, bersinergi dan berkoordinasi secara seksama dengan baik untuk mencapai tujuan dari sistem ini (Morris hanya menegaskan Polisi dan Jaksa, lihat Morris N, “Criminal Justice In Asia< Quest For and Integritas Approach, Introduction”, 1982). Sejalan dengan itu, Pillai berpendapat bahwa meskipun faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum sangat banyak, termasuk faktor-faktor sosial, ekonomi dan sebagainya, tetapi justru faktor terpenting penghambat penegakan hukum itu ada didalam sistem hukum itu sendiri.

Seperti misalnya, tidak mewujudkan fungsi keterpaduan, selalu menonjolkan ego kelembagaan bahkan hingga ada suatu pertentangan yang tidak ada jalan keluar sebagai solusi mengatasinya bahkan berjalan berlarut-larut hilang dari ingatan karena waktu berlalu (Domu P. Sihite, S.H., M.H, “Penegakan Hukum Tindak Pidana Umum”, dalam Konsep Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda, 2014)

Dalam sistem peradilan pidana terpadu, lembaga atau instansi yang bekerja dalam penegakan hukum, meskipun tugasnya berbeda-beda dan secara internal mempunyai tujuan sendiri-sendiri, tetapi pada hakikatnya masing-masing subsistem dalam sistem peradilan pidana tersebut saling bekerja sama dan terikat pada satu tujuan yang sama. Hal ini bisa terjadi jika dudukung adanya sinkronisasi dari segi substansi yang mencakup produk hukum dibidang sistem peradilan pidana yang memungkinkan segenap subsistem dapat bekerja secara koheren, koordinatif dan integratif Dr. Rusli Muhammad, S.H., M.H, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, 2011, Yogyakarta; UII Press).

Maka tentunya yang dicermati, fungsi keterpaduan harus benar diterapkan secara konsisten dan pemberdayaan penggerak yang bersinergi untuk mewujudkan komponen dasar system yaitu substansi sebagai hasil atau produk sistem (KUHAP), struktur lembaga-lembaga dalam sistem hukum yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan  Lembaga Pemasyarakatan, serta kultur yaitu bagaimana sebetulnya sistem tersebut akan di berdayakan. Dengan kata lain kultur adalah merupakan penggerak dari sistem peradilan pidana.

Secara khusus, mengacu pada landasan berpijak lembaga Kejaksaan dalam UU No. 16  Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. yang berkaitan dengan tugas pokok dan wewenang sebagaimana diatur dalam pasal 30 :
ayat (1) Dibidang Pidana :
a.    melakukan penuntutan;
b.   melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.   melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat;
d.    melakukan penyelidikan terhadap pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e.    melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan kepengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Ayat (2)  Dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara , dengan kuasa khusus dapat bertindak baik didalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

Ayat (3) Dalam bidang Keamanan dan Ketertiban Umum turut menyelenggarakan kegiatan :
a.    peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
b.    pengamanan kebijakan penegakan hukum.
c.    pengamanan peredaran barang cetakan.
d.    pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.
e.    pencegahan penyelenggaraan dan/atau penodaan agama.
f.     penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Pasal 32 : disamping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat  diserahi tugas wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Pasal 33 : dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya.

Dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan kewenangan Kejaksaan, salah satu prinsip yang tidak bisa diabaikan dalam negara hukum adalah kesederajatan bagi setiap orang dihadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama didepan hukum. Disini dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan perbuatan pidana seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan kewenangan serta fungsi Kejaksaan dalam penegakan hukum, dapat dikatakan sangat central, mengingat dari segi pendekatan fungsi melalui integrate justice system, sangat terkait dengan hubungan kerja baik dengan Penyidik Kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, bilamana ada suatu perkara tindak pidana yang ditanganinya dan melakukan penyidikan maka SPDP diberitahukan kepada Penuntut Umum sesuai pasal 109 ayat (1) KUHAP dan bilamana berkas sudah selesai dan Penyidik akan mengirim ke Kejaksaan dan selanjutnya dilakukan penelitian berkas perkara oleh jaksa peneliti dengan penelitian yang cermat apakah sudah dapat dinilai telah memenuhi syarat formil dan materiil, sesuai pasal 110 ayat (1) jo pasal 138 ayat (1) KUHAP. Disini dari sisi waktu, dalam waktu 7 (tujuh) hari jaksa peneliti wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum sesuai pasal 138 ayat (1) KUHAP.

Namun bilamana hasil penyidikan dinilai oleh jaksa peneliti bahwa berkas telah lengkap dan memenuhi syarat formil dan materiil sesuai pedoman yang dikuasai jaksa dalam melakukan check list berkas perkara, kemudian dinyatakan lengkap yang disebut dalam kode surat internal Kejaksaan P-21, maka penyidik tentunya akan mengirimkan Tersangka dan Barang Bukti ke Kejaksaan yang disebut Penyerahan Tahap kedua dimana jaksa dalam tugasnya sebelumnya telah menyiapkan pembuatan surat dakwaan sebagai tindak lanjut akan dilakukan  penuntutan (pasal 140 ayat (1) KUHAP).

Kemudian sesuai kewenangan jaksa penuntut umum yang telah ditentukan, akan melimpahkan berkas perkara lengkap dengan surat dakwaan ke Pengadilan yang berwenang mengadili dengan permintaan agar mengadili perkara yang disertai dengan surat dakwaan (pasal 143 ayat (1) KUHAP).


Muhammad Ichsan Nugroho
Sub Bab Laporan Akhir Praktek Kerja Lapangan FH Unnes 2014

di Kejaksaan Agung Republik Indonesia

Sabtu, 19 Juli 2014

Catatan Kecil Sang Prajurit; Edisi Have Fun and Inspiration

I HAVE A DREAM; Prajurit Putih Abu-abu
Kehidupan, Cinta dan Arti Sebuah Keluarga


I have a dream,
if you see the wonder of a fairy tale.
You can take the future even if you fail.

Bagi kalian yang suka musik barat pastinya pernah dengar lagu yang berjudul “I Have A Dream”, seperti lirik di atas. Siapa yang tidak tahu lagu ini? sebuah lagu inspirasi dari sebuah band California yang tak asing lagi di telinga kita, Westlife.., yap salah satu band favorite saya. Hmm..., tunggu dulu, Band?? Mungkin lebih tepatnya Boy Band, karena memang semua personilnya vokal, keren pokoknya nggak kayak boy band jaman sekarang, ampun dehh -_- alay bingits, kaya gue kata orang-orang juga rada alay #ehh padahal ya nggak juga ;) hehe..., nggak kan?

Tapi disini saya tak akan membahas lebih jauh mengenai boyband tersebut, tapi lebih pada bagaimana dan kenapa lagu “I Have A Dream” itu begitu istimewa ketika aku mendengarkannya. Meskipun tak begitu menarik bagi temen-temen. Tapi bagiku, seakan-akan aku terbawa kembali ke masa lampau dimana lagu itu diputar dalam sebuah moment yang bisa dikatakan begitu berkesan, mungkin sangat berkesan (bagi saya pribadi). Selain makna dari lirik lagu tersebut yang begitu menginspirasi seseorang untuk terus bermimpi, seakan ada hal lebih penting di balik itu semua, Harapan. Ya, sebuah harapan. Pernah tersirat di benak ini sebuah harapan besar yang dalam bahasa Film 5 cm (bagi yang udah pernah nonton, yang belom urusan lo), “menggantung di depan kening kamu”. Dan dari mana sih sebenarnya harapan itu muncul? Gwen pernah mengatakan dalam sebuah pidatonya, “teruslah bermimpi, karena mimpi akan membawa mu pada sebuah harapan. Semua orang butuh harapan, karena harapan seseorang akan terus bertahan hidup dalam kesulitan hidup ketika kamu sendiri” begitu lah kurang lebihnya (kalau mau orisinil googling saja). Harapan berasal dari mimpi. Saya sepakat dengan Gwen, harapan lah yang membuat seseorang tetap bertahan, harapan lah yang membuat seseorang mampu melewati hari harinya penuh keceriaan dan semangat, harapan lah yang membuat seseorang terus dan terus berlari, karena harapan merupakan sebuah kekuatan yang mampu menggerakkan seseorang untuk melakukan segala sesuatunya lebih maksimal. Dan itu pernah aku lalui, sebelum semua itu sirna. Eh tapi sebelumnya kalian tau Gwen kagak??? Jangan-jangan dari tadi gue ngomong pada nggak ngerti dia siapa? Itu loh yang di pilm Spiderman Amajing. Hadeehh.. -_- hehe ok ok cukup. Lanjut!

Kembali ke moment, yah moment spesial kala mengikuti sebuah acara yang bisa dikatakan cukup menarik bagi kami (ceritanya aku lagi sama temen-temen) yang sedang berbunga-bunga karena telah usai melewati pertempuran empat hari di ambarawa #hlohh. Sebelum menikmati hasil kerja kami selama tiga tahun berperang sebagai prajurit putih abu-abu. Entah nanti apakah akan gugur atau tidak. Semua tergantung yang Maha Kuasa, karena kita hanya bisa berusaha, masalah hasil Dia lah yang menentukan.. edyaaannn hahaa. Hanya rasa khawatir, bingung, H2C pokoknya lah. (H2C = Harap - Harap Cemas). Namun, semua itu sirna ketika sebuah kupon beredar dengan harga pendaftaran yang cukup lumayan (bagi kantong siswa) lima belas ribu rupiah, yang menawarkan sebuah kesempatan untuk bisa bermimpi lebih jauh. Acara tahunan yang digelar memang khusus untuk para pemimpi yang ingin terbang lebih tinggi dalam menggapai cita-cita kelak. Aku yang sangat polos waktu itu hanya bisa ikut-ikutan acara begituan karena di ajak sama teman. (acara apa sih dari tadi gak jelas!) Sabaaarrr.., lagi puasa kan?, lanjutin kagak nih???? Lanjut ya.., oke simak saja.

Antusiasme para prajurit putih abu-abu ini ternyata bukan hanya dari akademi kami saja, namun diseluruh wilayah tempat dimana ku menetap kala itu. (singkat cerita) di akhir acara yakni kegiatan motivasi yang menyuguhkan beberapa acara menarik yang ngebuat kita have fun disana dan menghadirkan motivator yang cukup nggak jelas (akunya yang gak tau, hehe). Dalam sesi kegiatan selanjutnya masuk ke acara inti yakni motivasi setelah sekian lama berjam-jam di ruangan yang penuh sesak dengan entah berapa ribu pasang mata disana, bergemuruh menggetarkan langit-langit ruangan, sang motivator memulai aksinya. Kami diruangan tersebut seakan terhipnotis olehnya, apapun yang diperintahkan sang motivator selalu kami lakukan. Seperti tepuk tangan, berdiri, duduk, dan lain-lain yang aneh-aneh kamipun lakukan dengan ikhlas tanpa paksaan. Hehe..

Akhir acara, sang motivator membuka sebuah video yang isinya hanya sebuah teks lirik lagu dan seketika itu pula sebuah lagu tersebut di atas diputarnya. Kami diminta berdiri dan menyanyikannya bareng-bareng. Suasana kembali riuh gemuruh karena decak tawa, tepuk tangan dan hal hal lain yang membuat kami tak terdiam, dan kembali terhipnotis untuk ikutan. Disamping itu beliau sang motivator memberikan wejangan wejangan saktinya. Dan seiring berjalannya waktu entah kenapa ada sebuah semangat baru muncul. Aku tak tau apakah dari lagunya atau dari wejangan sang motivator. Seakan ada gejolak murni mendidih yang sampai membawaku berpikir aku harus begini, aku harus begitu, aku bisa. Ya aku harus bisa apapun yang terjadi, aku harus dan harus! Tak selesai sampai disitu, beliau sang motivator seakan tak ingin membuatkan harapan yang telah ia tanamkan kepada kami hanya akan hilang sia-sia nantinya tak ada pemantik yang lebih riil. Kami diminta duduk kembali dan seketika itu juga irama musik tiba-tiba berubah..., melow, kami diminta menundukkan kepala dan beliau pun memulai ritualnya. Suasana yang tadi dipenuhi keceriaan, tawa dan canda, kini berubah menjadi isak tangis para peserta yang terdengar seakan-akan begitu dalam menancap dihati mereka. Aku pun tak tersadar menitikkan air mata kala itu, seoalah menekankan harapan itu harus dan wajib terwujud. Apasih yang membuat kita begitu tersedu. Tidak lain dan tidak bukan ialah orang tua. Ya orang tua, karena mereka lah kita bisa seperti sekarang ini, apapun harapan kita, berikan yang terbaik untuk kedua orang tua. Aku tak akan melanjutkannya lebih jauh, karena semua para motivator begitulah rata-rata metode memotivasinya.

Selepas dari acara tersebut benar-benar membius kami hingga menyisipkan benih-benih harapan yang harus aku wujudkan (mulai serius). Dan itu terakomodir menjadi sebuah semangat bergerak untuk melangkah mewujudkannya. Hingga ditempat ku berdiri sekarang ini, sebuah tempat yang merupakan langkah awal buat aku untuk bisa sampai pada harapan itu. Butuh perjuangan keras untuk bisa sampai disini. Tahun pertama merupakan tahun awal merealisasikan semangat itu. Namun, semua berubah saat negara api menyerang. Ya, negara api dengan sang putrinya telah menyerang hingga meluluhlantakkan kedamaian negara negara lainnya dalam jiwa ini. Serangan bertubi-tubi, menghujam daratan hingga hancur berkeping-keping. Tahun kedua, ketiga dan keempat merupakan masa masa sulit yang cukup begitu mengaburkan harapan yang pernah berdiri kokoh. Ditahun kelima merupakan masa pemulihan dengan menata kembali kepingan-kepingan reruntuhan benteng harapan itu. Jika saja Gwen lulus lebih awal dan berpidato seperti itu, sepertinya masih ada harapan memperkuat benteng itu. Namun apa daya, gempuran begitu dahsyat. Masa pemulihan juga merupakan masa yang bisa dikatakan masa kritis, ibarat terdampar di suatu planet dengan kadar oksigen yang sedikit dan harus menyesuaikan diri untuk tetap bertahan hidup, apakah berakhir disitu ataukah terus berusaha mencari solusi dari permasalahnnya.

Terkadang memang disuatu waktu kita berada pada titik puncak kebahagiaan dan suatu waktu pun kita pun akan berada pada titik terendah keterpurukan. Tinggal bagaimana dari kita menyikapi itu dengan lapang dada. Seperti nasehat sang ulama besar, Imam Syafi’i (w.240 H), tentang hikmah;

Biarkanlah hari-hari berbuat sesukanya
Tenangkanlah dirimu bila takdir telah menetapkan
Jangan sedih dengan cobaan dunia
Cobaan dunia tiada yang kekal abadi
Jadilah orang yang tegar menghadapi berbagai kesulitan
Dengan perilakumu yang lembut dan dermawan
Tiada kesedihan yang kekal abadi, begitu juga kesenangan
Tidak juga kesulitan selalu menimpamu, dan tiada pula kemudahan.

Begitulah sepenggal nasehat beliau yang masih cukup relevan dalam kehidupan keseharian kita yang aku kutip dari sebuah buku “Kisah Perjuangan Sahabat-sahabat Nabi”. Seakan membuka mata bahwasanya kenapa harus terus-terusan dalam kubangan itu, kenapa tidak beranjak dari situ, bersihkan diri dan lakukan hal lain yang lebih bermanfaat. Terlebih masih ada kesempatan membangun harapan itu kembali berdiri kokoh seperti semula. Dari pada terus terjebak dalam situasi yang kurang baik dan membelenggu diri untuk tetap dalam kubangan itu. Masih banyak orang yang benar-benar mengharapkanmu. Mereka lah keluarga mu disini, berbagi cerialah bersama mereka, bangun kembali mimpi-mimpi itu bersama mereka. So, bergeraklah!

Hidup tak selamanya berjalan seperti yang kita inginkan, yah seperti yang ku sebut di atas kadang naik kadang turun. Seperti kata pepatah bahwa kegagalan adalah tahapan meraih kesuksesan. Semua kembali kepada kita bagaimana cara menyikapinya. Pada akhirnya hanya kepada sang pemilik kita akan kembali dan berserah diri. Semua mimpi-mimpi dan harapan kita bisa menjadi nyata jika kita bisa memanage dan memiliki keberanian mengejarnya. Kita memiliki mimpi berupa khayalan dan khayalan itu melahirkan harapan. Karena harapan dapat membantu kita mendapatkan sebuah kenyataan. Seperti kata pepatah, “Jika kau berhenti bermimpi, maka kau berhenti hidup.” Maka simpanlah baik-baik dan catat dalam lembaran kertas agar kau tak lupa.

Tahun ke enam merupakan tahun pembangunan harapan itu kembali berdiri kokoh. InshaAllah dengan izin Nya, semua hampir usai tersusun kembali dan semoga tetap bertahan hingga harapan itu berada dalam genggaman ini. Masih banyak hal baik yang dapat kau lakukan inshaAllah. Mereka menunggumu menyapa mereka dengan senyum manismu. Prajurit tangguh adalah ia yang mampu bertahan dari segala macam benturan baik luar maupun dalam.


Ihsan Nugroho
Inspirated;
Moment; Penantian UN 2011, KCF (Kebumen Kampus Fair) 2011 
Seminggu menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada 2011 dan moment indah selama menjadi mahasiswa Universitas Negeri Semarang 2011 hingga saat ini.

Rabu, 18 Juni 2014

Muslim Negarawan Pemimpin (ideal) Indonesia

Pagi ini, masih sangat hangat melekat di memori tentang sebuah gagasan intelektual yang menawarkan sebuah solusi perubahan dalam diskusi ringan bersama kawan-kawan peserta Training atau yang biasa akrab ditelinga kami, Dauroh Marhalah 2 yang merupakan jenjang kedua dari tingkatan tahap pembinaan dalam tataran peningkatan kapabilitas seorang kader KAMMI menyoal bagaimana seharusnya pemimpin (ideal) Indonesia yang diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa dari berbagai persoalan yang membelit, baik dari segi ekonomi, sosial, politik dan budaya yang kian hari kian bobrok.

Bukan bermaksud mengibiri atau bahkan menafikkan kerja keras usaha dan upaya seorang pemimpin yang pernah menahkodai kapal mewah ini (red: Indonesia). Namun, tidak dipungkiri bahwasanya beberapa kali kepemimpinan di Indonesia silih berganti dalam era Reformasi ini cukup dan sangat sangat belum sekali menunjukkan, ini loh bangsa yang mandiri, bangsa yang sejahtera, bangsa yang disegani serta bangsa yang mampu membawa masyarakatnya pada posisi aman dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara untuk dapat memaksimalkan hak-hak nya.

Diskusi cukup panjang, yang melibatkan puluhan kepala yang ada diruangan Training tersebut tumpah meruah seakan banyak sekali gejolak kegelisahan yang telah lama terpendam atau bahkan dipendam dalam dalam melihat persolan kepemimpinan bangsa ini yang tak kunjung mendapatkan sosok yang Ideal, hingga tulisan ini hadir pun seakan ingin terus melanjutkan diskusi yang singkat itu.

Berbicara soal kepemimpinan, sejak kemerdekaan tahun 1945 hingga saat ini, Bangsa Indonesia belum pernah memiliki pemimpin yang berwibawa dan integritas tinggi, namun yang ada adalah pimpinan Bangsa yang diangkat oleh para politikus maupun teman seperjuangan, dan kebanyakan berakhir dengan kegagalan maupun terpuruk dalam kasus politik, korupsi dan pelanggaran hukum pidana atau perdata.

Bangsa Indonesia saat ini memang telah bebas dari penjajah yang ada dibuku-buku sejarah, tapi sebenarnya bangsa ini masih dijajah oleh kepentingan orang-orang kuat dan berpengaruh bangsa Indonesia sendiri. Entah itu secara ekonomi, hukum, sosial dan lain sebagainya. Sebagian Bangsa Indonesia yang beruntung dan memiliki kekuasaan membodohi dan menjajah bangsanya sendiri. Ya itu pendapat penulis, hingga tulisan ini hadir dihadapan kawan-kawan semua, karena kenyataannya memang demikian yang terjadi?

Seorang Pemimpin Bangsa yang Ideal mendatang adalah pemimpin yang berani memberikan solusi dalam berbagai persoalan Bangsa, Tegas dan berwibawa dalam segala hal dimulai dari track record sejak awal, artinya bukan calon pemimpin yang akan terbit nanti saat mendekati Pemilu dengan berbagai baliho dan rekayasa latar belakang yang bersangkutan.

Lantas bagaimanakah kita dapat menemukan Pemimpin yang tepat untuk  Bangsa ini? jawabannya tentu seorang yang tidak mementingkan diri dan kelompoknya, seorang sosok pemimpin dengan figur karakter muslim negarawan dapat membawa Indonesia menuju Indonesia baru untuk kemajuan dan integrasi. Dimana pemimpin dengan figur seperti ini dirasakan mampu mengemban tanggung jawab yang besar atas berbagai masalah dan bukan hanya sekadar menjadi politikus dan bukanlah pemimpin yang hanya akan memperkaya diri. Seorang pemimpin dengan karakter muslim negarawan bisa diterapkan menjadi sebuah persyaratan mutlak karakter pemimpin Indonesia. Muslim negarawan merupakan konsep terbaik menyelesaikan permasalahan dalam hal pencarian sosok pemimpin berkualitas.

Memang, Negara Indonesia bukanlah Negara Islam. Namun, penerapan nilai- nilai Islam akan sangat berpengaruh baik terhadap perkembangan Indonesia. Seorang muslim negarawan mampu menjaga nilai-nilai moral berlandaskan Islam. Selain itu, sosok pemimpin seperti ini lebih mampu menjaga sikapnya, karena sudah terbenam dalam dirinya landasan yang kuat untuk melaksanakan amanah sebagai seorang pemimpin yang harus bertanggungjawab dan berkomitmen. Karena rasa cinta yang tinggi terhadap bangsa dan mampu berpikir kritis terhadap setiap permasalahan dinegeri ini. Sosok pemimpin muslim negarawan dapat memberikan pengaruh yang tak pelak dapat memberi perubahan besar terhadap Negara Indonesia. Wallahu'alam

Ihsan Nugroho
Peserta Dauroh Marhalah 2 KAMMI Daerah Semarang
Selasa-Sabtu, 17-21 Juni 2014
Wisma Langen Werdasih, Lerep, Ungaran

Sabtu, 14 Juni 2014

Dilema antara Penegakan Hukum, Media Massa dan Moral Bangsa dalam Kehidupan Bernegara

Berkaitan dengan Penegakan Hukum, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH telah memaparkan dalam makalahnya tentang “Penegakan Hukum” bahwa Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Lebih rinci, beliau menjabarkan pengertian Penegakan hukum ditinjau dari beberapa sudut baik dalam subjek maupun objeknya. Dilihat dari sudut Subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’ dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’ dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah ‘the rule of just law’. Dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.

Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia.

Indonesia adalah negara hukum (rechstaats) yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen. Dimanapun juga, sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus hukum baik PIDANA Maupun PERDATA.

Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik dari pada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum, kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas  belaka tetapi tetapi  juga dipermainkan seperti barang dagangan. Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit dan carut marut.

Hal ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang dipaparkan Jimly di awal, yang idealnya tak sejalan dengan realita. Memang, ketika berbicara realita dilapangan sungguh sangat memprihatinkan. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, entah dari internal para penegak hukumnya, hukum itu sendiri atau bahkan dua duanya. ketika para penegak hukumnya telah demikian adanya yang terkesan tidak mampu mengatasi masalah “pribadinya”, bagaimana dengan rakyat yang diwakilinya? Terlantar dan tidak teropeni dengan layak baik dari segi sarana prasarana, pendidikan, ekonomi dll yang menyangkut hajat hidup masyarakat Indonesia yang sangat di perlukan dan dibutuhkan demi kesejahteraan.

Berbagai kebobrokan yang kita lihat dalam kehidupan berbangsa saat ini seperti korupsi, pudarnya rasa kesetiakawanan sosial, pupusnya nasionalisme, kurangnya semangat kemandirian dan kepercayaan diri yang semuanya bisa dibilang berasal dari kelemahan watak atau karakter. Sistem pendidikan nasional pun tampaknya lebih berorientasi pada sekadar pemenuhan kebutuhan pasar atas tenaga kerja berupa pemberian pengetahuan dan keterampilan teknis yang kurang diimbangi, untuk tidak mengatakan tidak disertai dengan pembangunan karakter.

Untuk kepentingan pembangunan karakter tersebut, banyak hal yang harus kita lakukan di berbagai sektor, seperti halnya peran media massa. Dalam kaitan itulah, hal-hal apa yang sekiranya dapat dilakukan oleh media massa, khususnya media televisi, dalam berperan serta untuk membangun karakter bangsa. Aspek media massa ini semakin penting, mengingat luasnya wilayah geografis Indonesia yang harus dijangkau, jumlah penduduk yang begitu besar, dan berbagai lapisan masyarakat yang perlu dilibatkan. Serta, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi akhir-akhir ini.

Media massa merupakan saluran komunikasi, yang menjangkau publik yang berjumlah besar. Media massa secara sederhana terdiri dari media cetak (suratkabar, majala buku, dan lain-lain), media elektronik (televisi dan radio), dan media online. Berkat perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, pengertian media massa ini makin meluas. Penulis disini akan lebih berfokus pada media televisi. Kenapa televisi? Ya, karena televisi lah yang paling banyak digunakan sebagai media informasi paling efektif disetiap keluarga, daerah dan wilayah. Televisi telah menjangkau semuanya. Hampir setiap rumah memilikinya, sehingga paling tidak informasi sekecil apapun pasti akan sampai pada seluruh pelosok negeri.

Secara umum, ada tiga fungsi media massa. Pertama, memberi informasi. Kedua, mendidik. Ketiga, menghibur. Dan, dalam masyarakat demokrasi seperti kita, sering disebutkan fungsi keempat, yaitu melakukan kontrol sosial. Di sini, media berfungsi seperti anjing penjaga yang mengawasi jalannya pemerintahan; mengritik berbagai penyimpangan dilembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif; serta berbagai fenomena yang berlangsung dalam masyarakat itu sendiri. Seringnya terjadi tawuran antar siswa, meluasnya penyebaran narkoba disekolah, bentrokan kekerasan antar warga, adalah contoh hal-hal dalam masyarakat yang patut dikritisi media.

Jika kita ingin membahas peran media massa dalam pembentukan karakter bangsa, maka peran itu harus diwujudkan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi media yang sudah tersebut di atas. Dari semua fungsi itu, fungsi yang menonjol adalah fungsi mendidik (to educate). Dalam hal ini, media massa ikut berpartisipasi dalam upaya-upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk karakter warga negara. Namun, pertanyaannya adalah diluar idealnya fungsi media massa tersebut, apakah telah efektif dan efisien dalam menyuguhkan informasi-informasi yang mendidik guna pembentukan karakter yang positif?

Setiap media massa berita memiliki apa yang disebut kriteria kelayakan berita. Selain itu, mereka juga memiliki apa yang disebut kebijakan redaksional (editorial policy). Kriteria kelayakan berita itu bersifat umum (universal), dan tak jauh berbeda antara satu media dengan media yang lain. Sedangkan kebijakan redaksional setiap media bisa berbeda, tergantung visi dan misi atau ideologi yang dianutnya. Pemilihan berita atau program untuk disiarkan, serta alokasi waktu (durasi) yang disediakan untuk program-program yang bersifat mendidik, tentunya juga dipengaruhi oleh kebijakan redaksional ini.

Mengingat kondisi moral bangsa Indonesia saat ini sudah mulai menghawatirkan. Banyak para remaja kita yang sebenarnya berfungsi sebagai tiang bangsa sudah mulai melupakan pentingnya moral dan justru malah kondisi moral mereka sudah mulai rusak. Mereka sudah mulai melupakan nilai, norma dan etika yang seharusnya benar-benar mereka jaga dan mereka pupuk. Seharusnya hal ini lah yang dijadikan orientasi media dalam menyuguhkan tayangan dan informasi tersebut sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Namun, dalam realitanya hal ini hanya dijalankan berdasarkan kepentingan komersial belaka, tanpa mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan bagi pembentukan karakter bangsa. Padahal, peran media sendiri cukup besar di jaman modern seperti saat ini. Justru medialah yang menjadi biang keladi degradasi moral tersebut. Lebih parahnya lagi, ketika kepentingan-kepentingan politik yang destruktif menyusupi media yang menjadikannya tidak independen lagi. Sudah menjadi rahasia umum ketika media mulai “bermain peran” saat kepentingan itu hadir sebagai permintaan kelompok untuk mewujudkan tujuan kelompok tersebut. Baik menutupi, menyudutkan atau bahkan mengebiri hak-hak orang lain melalui retorika visual yang ditampilkan. Dalih mencerdaskan masyarakat, justru membodohi masyarakat melalui tayangan-tayangan dan sajian-sajian inmoral. Membesar-besarkan sesuatu yang seharusnya tak begitu penting, serta menenggelamkan/menyembunyikan sesuatu dan menggantinya dengan hal lain juga cukup efektif “membodohi” masyarakat.

Pemerintah sekali lagi di tuntut bekerja keras selain pada internalnya namun juga pada eksternalnya untuk membenahi kembali sistem penegakan hukum yang ideal dan media massa menjadi konstruksi moral sebagaimana fungsinya agar menjadi pioner utama dalam pembentukan karakter bangsa yang bermartabat, agar apa yang dicita-citakan negara ini sebagaimana tercantum pada pembukaan UUD 1945 tersebut benar-benar (paling tidak mendekati) terwujud.


Oleh; Muhammad Ichsan Nugroho
Download tulisan klik disini

Kamis, 12 Juni 2014

Jadilah Pengacara “ARSITEK” Bukan Pengacara “TUKANG”

“Siapa membiarkan kezaliman sama juga menyetujui kezaliman”


Gambar: Searching Google
Pengacara merupakan salah satu dari sekian banyak profesi yang mulia. Sebagai salah satu dari empat pilar hukum seorang pengacara mempunyai tugas utama menegakan hukum. Sudah menjadi semacam komentar sumir dimasyarakat bahwa hukum di Indonesia dewasa ini memihak pada uang. Akibatnya, masyarakat tidak begitu percaya lagi dengan proses hukum yang sedang berlangsung, sehingga tak jarangmereka menempuh “Hukum Jalanan”. Nah, dalam kondisi seperti inilah posisi seorang pengacara sangat penting.


Sebagai seorang yang “melek” hukum sudah galibnya kalau pengacara membuat agar hukum tidak bengkok. Ia harus berdiri pada posisi yang benar-benar kuat agar tidak tergoyahkan ketika membela kebenaran. Memang sebuah tugas yang tidak mudah ditengah zaman yang penuh dengan fitnah, rekayasa, dan konspirasi jahat demi kepentingan kelompok tertentu.

Ada kisah menarik yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khatab. Pada suatu hari ada seseorang istri diadukan oleh perempuan lain. Perempuan tersebut mengadukan bahwa si istri tersebut telah melakukan perzinaan. Sebagai bukti ia membawa pakaian dalam yang terkena bercak-bercak sperma dan saksi-saksi yang meyakinkan.

Terhadap pengaduan tersebut Umar menjatuhkan hukuman rajam. Sebelum hukum dilaksanakan datanglah Ali bin Abi Thalib. ia meminta hukuman ditunda karena bukti yang diajukan kurang meyakinkan. Umar pun menyetujui. Guna menguji bukti tersebut Ali kemudian mengambil air yang dicampur dengan garam, air tersebut kemudian disiramkan pada pakaian dalam yang dipakai sebagai bukti. Tidak begitu lama akhirnya bisa diketahui bahwa bercak pada pakaian dalam tersebut bukan sperma melainkan putih telur.


Lewat buktian ali maka terkuaklah siapa sebenarnya yang salah. Setelah diselidiki lebih lanjut ternyata perempuan yang mengadukan perkara perzinaan itu ternyata istri muda dari suami si istri yang menjadi terdakwa. Akhirnya, Umar membebaskan si terdakwa dan kemudian memeluk Ali seraya berkata ” Kalau bukan Ali pasti saya sudah celaka dengan memberikan vonis yang sewenang-wenang .”

Adatiga pelajaran penting dalam kisah diatas. Pertama, tugas pengacara adalah menyelamatkan seseorang dari kesewenang-wenangan. Kedua, profesi pengacara sangat dibutuhkan ditengah tengah masyarakat agar keadilan bisa tegak. Ketiga, seorang pengacara haruslah mempunyai analisa yang tajam.

Selama ini posisi pengacara masih sering disalahpahami, sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa pengacara merupakan orang yang membela mereka-mereka yang bersalah. Ini terjadi karena profesi pengacara masih hal baru dalam ranah kehidupan di Indonesia. Tentu saja kalau ada anggapan terhadap pengacara masih terkesan “miring” adalah hal yang wajar.

Dalam ranah hukum pengacara mempunyai tugas membela tersangka bukan terpidana. Seorang tersangka adalah orang yang masih diduga melakukan kesalahan, oleh karena itu untuk membuktikan apakah dia bersalah atau tidak maka digelarlah proses persidangan. Dalam proses ini berdasarkan bukti bukti yang dimilikinya seorang pengacara akan membela si tersangka. Nantinya dalam akhir proses persidangan akan diputuskan apakah si tersangka bersalah atau tidak oleh majelis hakim. Bila ia bersalah maka akan menjadi terpidana, dan sebaliknya jika tidak bersalah akan bebas. Jadi bisa dikatakan bahwa pengacara tidak membela orang yang salah, tugasnya justru membela seseorang tidak diperlakukan sewenang-wenang.

Dalam konteks diatas tugas pengacara sangatlah penting. Apa jadinya dunia ini bila seorang yang belum diadili dan masih diduga bersalah langsung dijatuhi hukuman. Tentu umat manusia akan kembali memasuki zaman purba yang penuh dengan anarkhi, siapa yang kuat maka dialah yang selalu benar.

Ada dua tipe pengacara, pertama,pengacara “Tukang” ; pengacara jenis ini bekerja berdasarkan jenis pesanan. Bila ada “order” datang ia akan bekerja dan bila tidak ada “order” akan ongkang-ongkang kaki, biasanya pengacara jenis ini tidak memberikan arahan apapun kepada kliennya karena sebenarnya dia memang tidak mendalami perkara yang ditanganinya. Sebagai pengacara dia memang tidak pernah memahami apa sebenarnya profesi itu sehingga tak mengherankan kalau pengetahuannya sangat dangkal, Pengacara jenis ini sama dengan seorang dokter yang memberikan obat tapi setelah itu justru menimbulkan penyakit baru.

Bisa dikatakan pengacara “Tukang” hanya sebagai pelengkap penderita dalam pengadilan. Ia menjalankan profesinya bukan untuk memperjuangkan kebenaran melainkan hanya mencari formalitas belaka, ia berharap dengan popularitas yang dimilikinya akan dengan mudah mendapatkan klien. Memang tak mengherankan kalau ada klien yang datang padanya bukan kasus apa yang sedang dihadapi kliennya melainkan kapan kontrak menggunakan jasanya ditandatangani, sehingga bisa mendapatkan fee secepat-cepatnya.

Kedua, Pengacara “Arsitek” Pengacara jenis ini berbeda dengan pengacara tukang. Ia bekerja dengan sistematika yang sangat rapi dalam menyelesaikan setiap kasus yang ditanganinya, mulai dari pra pengadilan sampai pengadilan berakhir akan dia ikuti dan selesaikan dengan sebaik-baiknya, sebagaimana seorang arsitek yang membangun rumah.

Seorang pengacara “Arsitek” dalam menangani perkara akan selalu melalui tahapan-tahapan yang tersistematiskan. Pertama, dia akan mempelajari kasus yang akan ditanganinya dengan serius dengan cara mencari data-data dan informasi sebanyak-banyaknya. Kedua, berusaha memahami kasus tersebut dengan sebaik dan secermat mungkin, Ketiga, menentukan strategi yang akan dipakai dipersidangan nantinya. Dengan cara kerja seperti itu maka dia akan bisa mempredisikan apakah kasus yang ditanganinya akan memenangkan perkara atau tidak.

Dikutip dari Buku ”Strategi Bisnis Jasa Advokat” Ari Yusuf Amir. SH., MH Cetakan I Maret 2008. Penerbit Navila Idea.Yogyakarta.